Ka'bah

“Sesungguhnya Rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) makam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam.”

Iklan Super Murah

Software Iklan Baris Massal

Pendataran

Silahkan lakukan pendaftaran secara online disini

Peluang Usaha Tambahan

Kami Agen Perwakilan Gampang Umroh Kab. Tangerang,
Menawarkan kerjasama kepada anda yang sudah mempunyai toko, untuk menjadi agen pendaftaran Umroh dan Haji Plus. Komisi sangat menarik.

Tugas anda hanya menerima pendaftaran, untuk administrasi dan pendaftaran kami yang akan mengurusnya.

GRATIS....

Jika berminat silahkan hubungi :
081383960412
sukarnofaza@gmail.com

Perhatian

Sehubungan dengan adanya perluasan Masjid Haram, maka pemerintah Saudi Arabia, telah membeli di area Misfalah (belakang Hotel Hilton dan Grand Zam-zam), sehingga hotel-hotel yang tidak terkena gusuran menaikan harga hotel. Jadi jangan tertipu dengan iming-iming paket murah dan dekat, karena sebenarnya sudah tidak ada hotel yang dekat kecuali hotel-hotel berbintang 5 di sekitar pelataran Masjid Al-Haram. Carilah travel yang amanah, terpecaya dan bukan hanya menawarkan murah tapi ternyata jauh dari kenyataan. Apalagi bagi yang pertama kali ber Umrah, jadi jangan sia-siakan dana yang Anda keluarkan dengan iming-iming murah, nyaman dan dekat. Karena yakinlah paket yang ditawarkan oleh Travel-travel terpecaya PASTI akan sesuai dengan apa yang ditawarkan. Jangan pula tergiur dengan FEE besar bagi perwakilan TRAVEL mana saja karena pastinya, hak jamaah akan dikurangi. Semoga Umrah Nya MAQBUL & MABRUR.

DP 2.8juta dan Booking Seat USD500.Jadwal Keberangkatan :
Paket 21 Mei (9 hari)

Info lengkap : 0813-8396-0412

Fiqih Haji dan Umrah

Firman Allah: Al Baqarah: 195-203

بسم الله الرحمن الرحيم
{ وأَتِمُّوا الحَجَّ والعُمْرَةَ للَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الهَدْيِ وَلَا تَحْلِقُوا رُؤوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أو بِهِ أذًى مِن رأَسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أوْ صَدَقَةٍ أو نُسُكٍ فَإذَا أَمِنتُم فَمَن تَمَتَّعَ بِالعُمْرَةِ إِلَى الحَجِّ فَمَا استَيْسَرَ مِنَ الهَدْي فَمَن لم يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أيَّامٍ في الحَجِّ وسَبْعَةٍ إذَا رَجَعْتُم تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لم يَكُن أهْلُهُ حَاضِرِي المَسْجِدِ الحَرَامِ واتَّقُوا اللَّهَ واعْلَمُوا أنَّ اللَّهَ شَدِيدُ العِقَابِ * الحَجُّ أشْهُرٌ معلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وتَزَوَّدُوا فَإنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى واتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَابِ * لَيْسَ عَلَيْكُم جُنَاحٌ أن تَبتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُم فَإذَا أفَضْتُم مِّنْ عَرَفاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِندَ المَشْعَرِ الحَرَامِ واذْكُرُوهُ كما هَدَاكُم وإن كُنتمُ من قَبْله لِمَنَ الضَّالِّينَ * ثُمَّ أَفِيضُوا مِن حَيْثُ أفَاضَ النَّاسُ واسْتَغفِرُوا اللَّهَ إنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيم * فَإذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّه كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُم أو أشَدَّ ذِكْراً فَمِنَ النَّاسِ من يَقُولُ رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا ومَا لَهُ في الآخِرَةِ مِن خَلاق * وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنةً وفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وقِنَا عَذَابَ النَّارِ * أُوْلَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا واللَّهُ سَرِيعُ الحِسَابِ * واذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ معْدُودَاتٍ فَمَن تَعَجَّلَ في يَومَيْنِ فَلَا إثْمَ عَلَيْهِ وَمَن تَأخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى واتَّقُوا اللَّهَ واعْلَمُوا أنَّكُم إِلَيْهِ تُحْشَرُون }. من سورة البقرة الآيات 196 – 203.
Ibadah Haji (inet)
Ilustrasi - Ibadah Haji (inet)
 “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,’ dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.’ Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertaqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 196-203).
Syarah Mufradat
Arti
Mufradat
  1. Jika kamu sudah memulai mengerjakan manasiknya, maka kamu wajib menyempurnakan, dan jika kamu meninggalkan maka kamu wajib mengqadhanya
  2. Terhalang menyempurnakan manasik karena musuh atau lainnya
  3. Mudah
  4. Hewan ternak yang dihadiahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, ketika terhalang menyelesaikan haji maka menyembelih minimal seekor kambing
  5. Tempat yang digunakan untuk menyembelih hewan, yaitu Mina, dan Marwa untuk yang umrah
  6. Barang siapa yang tidak bisa mencukur rambut karena sakit, maka ia wajib membayar fidyah dengan berpuasa tiga hari, atau memberi makan enam orang miskin, atau menyembelih seekor kambing.
  7. Dari kata “aman”, artinya jika kamu mampu menyempurnakan manasik haji
  8. Tamattu’(bersenang-senang), yaitu ihram dari miqat dengan niat umrah, memasuki Mekah dan berumrah, kemudian tahallul dari ihram, kembali kepada kehidupan normal menunggu tanggal 8 Zulhijah untuk niat ihram haji dan melaksanakan manasik haji. Pada waktu menunggu haji itu ia menikmati segala sesuatu. Karena itulah ia wajib memotong seekor kambing, jika tidak ada maka ia berpuasa sepuluh hari dengan rincian tiga hari di saat haji, dan tujuh hari ketika pulang ke tanah airnya. Haji tamattu’ ini berlaku bagi selain penduduk Mekah, atau yang tinggal di Mekah.
  9. Bulan-bulan yang telah ditentukan yaitu: Syawal, Dzul Qa’dah dan sepuluh hari Zulhijah
  10. Telah mewajibkan pada dirinya sendiri untuk menyempurnakan  ihram
  11. Rafats: bicara tentang hubungan seks dan pengantarnya, bermakna pula hubungan seks
  12. Berbuat maksiat
  13. Perdebatan, dan ketegangan yang membuat pihak lain marah
  14. Bekal perjalanan dan bekal ketaqwaan. Sebagian bangsa
  15. Arab di zaman jahiliyah berangkat haji tanpa bekal, dengan semboyan: ”kita menuju ke rumah Allah, mana mungkin Allah tidak memberi kami makan”.
  16. Mencari anugerah, semula kaum muslimin enggan berdagang pada musim haji, lalu turunlah ayat ini sebagaimana yang diriwayatkan Bukhari.
  17. Kamu turun.
  18. Muzdalifah
  19. Dahulu suku Quraisy wukuf di Muzdalifah, dan yang lainnya di Arafah, maka turunlah perintah kepada suku Quraisy untuk wukuf bersama dengan yang lainnya di Arafah.
  20. Hari-hari tertentu yaitu: hari tasyriq, tanggal 11 sampai 13 Zulhijah
  1. وأتموا الحج والعمرة لله
  2. أُحْصِرتُم
  3. استَيْسَر
  4. الهَدْي
  5. مَحِلَّه
  6. صيام أو صَدقة أو نُسك
  7. فإذا أمِنتم
  8. فمن تمتَّع بالعمرة إلى الحج
  9. أشهر معلومات
  10. فرض فيهنَّ الحج
  11. فلا رَفث
  12. ولا فُسوق
  13. ولا جِدال
  14. وتزودوا
  15. أن تَبْتَغوا فضلاً
  16. أن تَبتَغُوا فَضْلاً
  17. فإذا أفَضْتُم
  18. المَشْعَر الحرام
  19. ثم أفيضوا من حيثُ أفاض الناس
  20. أيام مَعدودات

1. Seputar Manasik Haji
Firman Allah:  Al Hajj: 24-37
بسم الله الرحمن الرحيم
{ إنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا ويَصُدُّونَ عَن سَبِيل اللَّهِ والمَسْجِدِ الحَرَامِ الذي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً العَاكِفُ فِيهِ والبَادِ ومَن يُرِدْ فِيهِ بإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ * وإِذْ بَوَّأْنَا لإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ البَيْتِ أن لا تُشْرِكْ بِي شَيئاً وطَهِّرْ بَيْتِي لِلطَّائِفِينَ والقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ * وأَذِّن فِي النَّاسِ بِالحَجِّ يَأتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ، لِّيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ ويَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى ما رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْها وأَطْعِمُوا البَائسَ الفَقِيرَ * ثُمَّ ليَقْضُوا تَفَثَهُمْ ولْيُوفُوا نُذُورَهُمْ ولْيَطَّوَّفُوا بِالبَيْتِ العَتِيقِ * ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيرٌ لَّهُ عِندَ رَبِّهِ وأُحِلَّتْ لَكُمُ الأَنْعَامُ إلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ واجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ، حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأنَّما خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ * ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّم شَعَائر اللَّهِ فَإنَّها مِن تَقْوَى القُلُوبِ * لَكُم فِيهَا مَنَافِعُ إلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إلى البَيْتِ العَتِيقِ، ولِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنَسكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الأَنْعَامِ فإلهُكُم إلهٌ واحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ المُخبِتينَ * الَّذِينَ إذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ والصَّابِرِينَ عَلَى مَا أصَابَهُم والمُقِيمي الصَّلاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُم يُنفِقُونَ * والبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم من شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُم فِيهَا خَيرٌ فاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وأَطْعِمُوا القَانِعَ والمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرنَاها لَكُم لَعَلَّكُم تَشْكُرُون * لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُها ولَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُم كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُم لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ المُحْسِنِينَ}.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih. Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku` dan sujud.  Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Bagi kamu pada binatang-binatang hadyu, itu ada beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah). Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
Syarhul mufradat
Arti
Mufradat
  1. Pemukim.
  2. Yang zhahir (tampak) dari kata Bada, yang berarti tampak, dan yang dimaksud adalah pengunjung.
  3. Orang yang ingin berbuat Ilhad (bertentangan dengan agama, menghujat agama), huruf ba’ di sana berstatus zaidah (tambahan) sehingga bermakna: barangsiapa yang ingin berbuat ilhad di sana.
  4. Kami siapkan.
  5. Berjalan kaki.
  6. Menaiki kendaraan yang kurus karena lelah dan lapar sebab perjalanan.
  7. Jalan yang luas antara dua bukit.
  8. Kata lain dari penyembelihan hewan qurban pada hari nahar (10 Zulhijah) dan hari Tasyriq (11-13 Zulhijah).
  9. Yang istiqamah di jalan lurus.
  10. Bentuk jama’ kata hurmah, yaitu segala sesuatu yang tidak boleh dilanggar.
  11. Hewan yang disembelih sewaktu haji
  12. Diperbolehkan memanfaatkannya untuk dinaiki sehingga sampai ke tempat pemotongan
  13. Tempat halalnya
  14. Tempat penyembelihan hewan untuk ibadah haji
  15. Orang-orang khusyu, dan tunduk.
  16. Bentuk jama’ dari kata Badanah, artinya unta.
  17. Yang dibariskan kakinya untuk persiapan penyembelihan. Dan unta itu disembelih dalam keadaan berdiri di atas tiga kaki.
  18. Tenang di atas tanah karena sudah mati.
  19. Orang miskin yang tidak meminta minta.
  20. Orang yang meminta minta.
  1. العاكُف فيه
  2. الباد
  3. بإلحاد
  4. بَوَّأنا
  5. رجالاً
  6. وعلى كل ضامر
  7. فج
  8. ويذكروا اسمَ الله في أيام معلوماتٍ على ما رَزقهم من بهيمة الأنعام
  9. حنفاء لله
  10. حُرمات الله
  11. شعائر الله
  12. لكم فيها منافع
  13. محلها
  14. منسكا
  15. المُخبِتين
  16. البُدْن
  17. صوافَّ
  18. وجبت جنوبها
  19. القانع
  20. المعترّ

2. Kewajiban Haji
Firman Allah: Ali Imran: 96-97
بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ ﴿٩٦﴾ فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ﴿٩٧﴾
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Ali Imran: 96-97)
Penjelasan Mufradat:
Arti
Mufradat
  1. Mekah.
  2. Batu yang dinaiki Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah. Semula batu itu menempel dengan Ka’bah kemudian digeser ke belakang di zaman Umar bin Khaththab RA agar tidak berdesakan antara orang-orang yang thawaf dan yang shalat di sisi maqam, karena sebagian dari sunnah adalah shalat dua rakaat di belakangnya.
  1. بكة
  2. مقام إبراهيم

3. Miqat
Firman Allah: Al Baqarah: 189
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٨٩﴾
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertaqwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Al Baqarah: 189).
Penjelasan Mufradat:
Arti
Mufradat
1. Bentuk jama’ dari kata Hilal, yaitu bulan yang terbit pada tiga malam pertama setiap bulan. Kaum muslim menanyakan tentang bulan yang berubah, lalu dijawab bahwa hal itu untuk batas waktu ibadah dan pekerjaan manusia.
1. الأهِلَّة

4. Sa’i
Firman Allah: Al-Baqarah: 158
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ ﴿١٥٨﴾
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah: 158).
Penjelasan Mufradat:
Arti
Mufradat
1. Tidak berdosa, hal ini karena kaum muslimin keberatan melaksanakan sa’i dari Safa ke Marwa yang juga mereka lakukan di masa jahiliyah. Maka Allah menjelaskan bahwa sa’i adalah termasuk sya’airillah. Bangsa Arab melakukan ini sejak Nabi Ibrahim, hanya saja mereka meletakkan berhala di Shafa dan Marwa. Ketika berhala itu dibersihkan di zaman Islam maka tidak ada lagi keberatan untuk menghidupkan sya’airillah dengan sa’i.
1. فلا جُناح

5. Haji Dalam Sunnah
Pada pasal ini akan diterangkan haji yang dilakukan oleh Rasulullah saw. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah RA. yang saat itu menuntun kendaraan Nabi saw. Peristiwa ini juga diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud dengan lafazh berikut ini. Bukhari, Nasa’i, dan Tirmidzi meriwayatkan sebagiannya. Haji Rasulullah saw. ini dinamakan Haji Wada’ satu-satunya haji yang dilakukan Rasulullah saw.
Adapun riwayat-riwayat lain dalam sunnah yang terkait dengan haji sebagian besarnya berkisar tentang hukum-hukum haji dan manasik haji.
6. Hadits tentang Haji Wada’
Dari Jabir bin Abdillah RA berkata:
Bahwa Rasulullah saw. selama sembilan tahun menetap (di Madinah) belum melaksanakan haji. Kemudian diumumkan kepada kaum muslimin pada tahun ke sepuluh bahwa Rasulullah saw. akan menunaikan haji. Maka berdatanganlah kaum muslimin ke Madinah untuk bermakmum dengan Rasulullah saw, mengerjakan seperti yang beliau kerjakan. Lalu kami berangkat bersamanya hingga di Dzilkhulaifah [1] Asma’ binti Umais [2]melahirkan Muhammad bin Abu Bakar. Kemudian ia mengutus seseorang menghadap Nabi, menanyakan tentang, “Apa yang harus saya lakukan?” Nabi menjawab, “Hendaklah ia mandi dan memakai kain pembalut (untuk mencegah aliran darah) dan berniatlah ihram.” Kemudian Rasulullah swa. shalat [3] di masjid kemudian mengendarai al-Qashwa[4]  dan ketika sudah tegak untanya di al-Baida [5] aku memandang sejauh pandanganku terhampar para pengendara dan pejalan kaki, di sebelah kanannya seperti itu, sebelah kirinya juga di belakangnya. Dan Rasulullah saw. ada di hadapanku, saat itulah turun Al-Qur’an, Rasulullah mengetahui ta’wilnya. Dan apapun yang beliau amalkan kami melakukannya. Rasulullah mengeraskan talbiyah,
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَة لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ
Dan kaum muslimin bertalbiyah dengan talbiyah itu. Dan Rasulullah terus menerus bertalbiyah.  Jabir berkata, “Kami tidak berniat kecuali untuk haji, kami tidak mengetahui umrah[6], sehingga ketika kami bersama Rasulullah saw. sampai di Baitullah, ia mencium Hajar Aswad, kemudian berjalan cepat tiga putaran dan berjalan biasa empat putaran. Kemudian Beliau menuju ke maqam Ibrahim, dan membaca
وَاتَّخَذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصلَّى
“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat.”
Rasulullah menjadikan maqam Ibrahim ada di antaranya dan Baitullah, Rasulullah membaca dalam dua rakaat itu
قُلْ هُوَ الله أَحَدٌ
Dan
 قُلْ يَا أيُّها الكَافِرُوْنَ
Kemudian beliau kembali ke Hajar Aswad, menciumnya kemudian keluar menuju ke bukit Shafa. Ketika sudah dekat dengan bukti shafa ia membaca,
إنَّ الصَّفاَ وَالمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ
Mulailah sebagaimana Allah memulainya, lalu Ia memulai dari Shafa, naik ke atas bukit hingga bisa melihat Ka’bah, Ia menghadap kiblat bertauhid dan bertakbir, lalu membaca,
لاَ إلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ، ونَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Maha Esa Allah, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kekuasaan, dan milik-Nya pula segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Maha Esa Allah, meluluskan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan menghancurkan pasukan musuh sendirian”.
Kemudian berdoa di antaranya, ia membacanya tiga kali. Kemudian turun menuju ke Marwa, sehingga ketika kakinya menginjak lembah ia berjalan cepat, lalu ketika tanjakan naik ia jalan biasa sehingga sampai di Marwa. Ia melakukan di Marwa sebagaimana ia melakukan di Shafa. Sampai ketika usai berkeliling Marwa, Nabi bersabda, “Jika aku sudah memulai urusanku, aku tidak kembali ke belakang, aku tidak membawa hewan dam, maka aku jadikannya umrah. Maka barangsiapa di antara kalian tidak membawa hewan dam hendaklah tahallul dan menjadikannya umrah. Lalu Suraqah bin Malik berdiri dan bertanya, “Ya Rasulullah, hal ini berlaku untuk tahun ini saja atau untuk selamanya?” Lalu Rasulullah saw. menggabungkan jemari kedua tangannya dan bersabda, “ Umrah dapat masuk ke dalam haji,” dua kali ia katakan. Tidak hanya tahun ini tetapi untuk selama-lamanya. Ali bin Abi Thalib RA. saat itu baru tiba dari Yaman dengan beberapa ekor unta milik Rasulullah saw. Ia mendapati Fatimah RA. termasuk yang telah tahallul, dan mengenakan pakaian yang beraroma wewangian serta memakai sipat mata. Ali RA. tidak menerima sikap Fatimah ini, lalu Fatimah berkata, “Sesungguhnya ayahku yang menyuruhku mengenakannya. Maka Ali RA. berkata dengan logat Irak, lalu mendatangi Rasulullah saw. mengadukan apa yang dilakukan oleh Fatimah, meminta fatwa kepada tentang apa yang dilakukan Fatimah. Lalu aku sampaikan kepadanya bahwa aku tidak bisa menerima sikap Fatimah (yang memakai wewangian). Lalu Nabi menjawab, “Fatimah benar, Fatimah benar. Apa yang kamu ucapkan ketika aku berniat haji? Ali menjawab, “Aku berkata, ‘Ya Allah sesungguhnya aku berihram sebagaimana ihram Rasul-Mu. Nabi bersabda, “Sesungguhnya aku memiliki hewan dam, maka kamu jangan tahallul.” Kata Jabir, “Hewan dam yang dibawa Nabi sejumlah seratus ekor hewan. Maka kaum muslimin ber-tahallul semua dengan memotong rambutnya kecuali Nabi dan orang-orang yang membawa hewan dam. Kemudian ketika tiba hari tarwiyah mereka menuju ke Mina dengan ihram haji, dan Rasulullah saw. menaiki kendaraan, melaksanakan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh, kemudian diam sejenak sehingga terbit matahari, dan menyuruh membuat kemah di Namirah lalu Ia menuju ke sana. Suku Quraisy yakin bahwa Nabi akan wukuf di Masy’aril Haram, sebagaimana yang biasa dilakukan suku Quraisy di masa jahiliyah. Rasulullah saw. melintasinya sehingga sampai di Arafah, dan melihat tendanya telah dibuat di Namirah. Rasulullah ada di sana sehingga matahari bergeser. Rasulullah menyuruh unta Qashwa’-nya disiapkan, kemudian beliau pergi ke lembah Arafah menyampaikan khutbahnya,
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian adalah haram sebagaimana keharaman hari ini, bulan ini, dan di negeri ini. Ingatlah sesungguhnya segala urusan jahiliyah telah gugur di bawah kakiku, darah di masa jahiliyah juga telah gugur. Dan sesungguhnya darah pertama yang gugur adalah darah Ibnu Rabi’ah bin Al Harits, yang pernah menyusu di Bani Sa’d lalu dibunuh oleh Hudzail. Riba jahiliyah juga gugur, dan yang pertama gugur adalah riba Abbas bin Abdil Muththalib, maka semuanya telah gugur. Bertaqwalah kepada Allah tentang wanita, karena sesungguhnya kalian mengambilnya dengan amanah Allah, kamu menghalalkannya dengan kalimat Allah, kalian memiliki hak atas mereka agar tidak memasukkan siapa pun yang tidak kau sukai ke dalam rumahmu, dan jika mereka melakukannya maka pukullah ia dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Dan kamu berkewajiban atas mereka itu rezkinya dan pakaiannya dengan layak. Dan sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu yang jika kamu berpegang dengannya tidak akan sesat selamanya: Kitabullah. Dan kalian telah bertanya tentang aku, maka apa yang kalian katakan? Mereka menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah sampaikan, telah kau tunaikan, dan telah kau beri nasihat.” Kemudian Ia angkat telunjuknya ke langit, dan dibalikkan kepada kaum muslimin, “Ya Allah, saksikanlah.” 3x
Kemudian dikumandangkan adzan, lalu qamat lalu shalat Zhuhur. Setelah itu qamat dan shalat Ashar. Di antara kedua shalat itu Nabi tidak melakukan apa-apa. Kemudian Rasulullah naik kendaraannya sehingga sampai di tempat wukuf. Perut unta Qashwanya menyentuh batu. Rombongan pejalan kaki ada di sekitarnya menghadap kiblat dan terus wukuf di sana sehingga matahari terbenam sampai hilang rona kuning. Usamah menyusul di belakangnya. Rasulullah saw. turun di Muzdalifah dengan mengekang kendali Qashwa, sehingga kepala qashwa menyentuh kakinya, dan telunjuk kanannya mengingatkan, “ Wahai manusia! Tenang, tenang. Setiap kali melintasi bukit ia istirahat sejenak sebelum mendakinya, sehingga sampai di Muzdalifah. Kemudian beliau shalat Maghrib dan Isya’ dengan satu adzan dan dua qamat, dan tidak bertasbih sedikit pun di antara keduanya.
Kemudian Rasulullah saw. berbaring sejenak sehingga terbit fajar, melaksanakan shalat Subuh ketika datang waktunya dengan adzan dan qamat, kemudian ia mengendarai qashwa, ketika sampai di Masy’aril Haram, ia menghadap kiblat, berdoa, bertakbir, bertahlil, dan bertauhid. Beliau terus wukuf sehingga terang cahayanya sebelum terbit. Kemudian berangkat sebelum matahari terbit. Al Fadhl bin Abbas menyertainya. Seorang yang berambut indah berkulit putih bersih. Ketika Rasulullah saw. berjalan rombongan wanita melintasinya, spontan Fadhl melihatnya. Rasulullah segera menutupkan tangannya di wajah Fadhl, lalu Fadhl memalingkan wajahnya melihat ke sisi lain. Lalu Rasulullah meletakkan tangannya ke sisi wajah Al Fadhl yang lain, memalingkan wajahnya ke sisi lain, sehingga sampai di Bathnu Muhassir (terletak sebelum Mina, merupakan tempat datangnya murka Allah kepada tentara Abrahah), bergerak sebentar lalu melintasi jalan tengah yang keluar di Jumrah Kubra. Sesampai di Jumrah, di dekat pohon Rasulullah  saw. melontarnya dengan tujuh batu, bertakbir setiap melontar. Beliau melontar dari dalik lembah. Kemudian berangkat ke tempat penyembelihan kurban, lalu menyembelih sendiri enam puluh tiga ekor. Kemudian ia serahkan pisau kepada Ali bin Abi Thalib meneruskan penyembelihan berikutnya dengan menyertakan hewan hadyu (dam hajinya). Kemudian beliau memerintahkan untuk mengambil sebagian daging unta, diletakkan di qidr (panci) dimasak dan Rasulullah makan daging dan minum kuahnya.
Kemudian menaiki kendaraannya sehingga sampai di Ka’bah, shalat Zhuhur di Mekah. Mendatangi Bani Abdil Muththalib yang sedang berada di sekitar zamzam. Rasulullah bersabda, “Ambillah dengan timba, dan tariklah talinya. Kalau tidak khawatir akan dianggap sebagai manasik haji, tentu aku akan menarik bersamamu, wahai Bani Abdil Muththalib. Bani Abdil Muththalib memberikan timba kepada Nabi, lalu minum darinya”.

Fiqih Haji (Bagian ke-2): Hukum, Fadhilah, dan Syarat Wajib Haji


Allah SWT berfirman:
: { إنَّ أوَّلَ بيتٍ وُضع للناسِ لَلَّذي ببكَّةَ مباركاً وهُدى للعالمين، فيه آياتٌ بيناتٌ مقامُ إبراهيمَ ومَن دخله كان آمناً، ولِلَّه على النَّاس حِجُّ البيتِ من استَطاعَ إليه سَبيلاً ومن كَفرَ فإنّ الله غَني عن العالَمين } [آل عمران: 97].
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali ‘Imran: 97)
Haji berarti menuju ke Mekah untuk menunaikan manasik. Ia merupakan salah satu rukun Islam yang lima, seperti yang ada dalam hadits masyhur. Termasuk dari kewajiban agama yang diterima dengan bulat. Maka kafirlah orang yang mengingkarinya, dianggap murtad dari Islam. Menurut pendapat jumhurul ulama; haji diwajibkan pada tahun ke enam hijriyah.
1. Hukum Haji
Haji adalah kewajiban setiap muslim seumur hidup sekali, selebihnya adalah sunnah. Kewajibannya ditetapkan dengan ayat Al Qur’an, seperti pada ayat di atas dan ayat-ayat lainnya. Ditetapkan juga dengan beberapa hadits Nabi. Kewajiban seumur hidup sekali itu sesuai dengan hadits Abu Hurairah, yang berkata:
Rasulullah SAW berkhutbah di hadapan kami: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka laksanakanlah haji!” ada seseorang yang bertanya: “Apakah setiap tahun?” Rasulullah dian tidak menjawab sehingga orang itu mengulanginya yang ketiga kali. Lalu Nabi menjawab: Kalau aku katakana YA maka tentu akan wajib dan kalian semua tidak akan mampu…” (HR Al Bukhari dan Muslim)
Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dan jumhurul ulama berpendapat bahwa kewajiban haji itu adalah kewajiban yang seketika harus dilaksanakan, artinya seorang mukmin yang memenuhi syarat mampu, maka saat itu ia wajib melaksanakan. Dan jika menundanya ia berdosa.
As Syafi’i berpendapat bahwa haji itu kewajiban yang longgar. Maka orang yang menundanya padahal ia mampu ia tidak berdosa, selama ia laksanakan sebelum wafat. Sedangkan jika wafat telah mendahuluinya sebelum haji, maka ia berdosa jika sudah mampu. Seperti juga yang dikatakan Imam Al Ghazali dalam Ihya’
2. Fadhilah Haji
Ada beberapa hadits yang menyebutkan keutamaannya. Antara lain:
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw pernah ditanya: Amal apakah yang paling utama? Jawab Nabi: Iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ditanya lagi: Lalu apa? Jawab Nabi: Jihad fi sabilillah. Ditanya lagi: Lalu apa? Jawab Nabi: Haji mabrur. (Muttafaq alaih)
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang menunaikan haji, tidak rafats dan tidak berbuat fasik, maka ia akan kembali sebagaimana hari dilahirkan dari rahim ibunya” (Muttafaq alaih). Rafats berarti ucapan nista, ada pula yang memaknainya: hubungan suami istri.
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw bersabda: Umrah satu ke Umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga. (HR Asy Syaikhani)
3. Syarat Wajib Haji
Syarat wajib haji adalah :
  1. Islam: maka ia tidak wajib bagi non muslim
  2. Baligh; tidak wajib bagi anak-anak yang belum mencapai usia baligh
  3. Berakal; orang gila tidak wajib haji
Tiga syarat di atas adalah syarat umum untuk setiap kewajiban agama.
  1. Istitha’ah; yang mencakup sehat fisik, jalan yang aman, memiliki ongkos perjalanan, dan nafkah yang ditinggalkan
  2. Dan syarat kelima bagi wanita adalah: adanya muhrim, atau beberapa atau seseorang wanita yang dapat dipercaya. Ada sebagian ulama yang memperbolehkan seorang wanita musafir sendirian jika perjalanan itu aman. Sebagaimana ia memperbolehkan wanita tua musafir sendirian tanpa mahram. (Al Muhadzdzab dan Subulussalam), dengan merujuk kepada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Al Bukhari:
Dari Adiy bin Hatim berkata: Ketika aku berada di sisi Rasulullah saw, tiba-tiba datang seseorang yang mengadukan masalah ekonominya. Kemudian datang lagi orang mengadukan tentang perampok di jalan. Lalu Nabi bersabda: Wahai Adiy, pernahkah kamu melihat Al Hiyarah? Aku jawab: Tidak pernah, tapi pernah mendengarnya. Sabda Nabi: Jika nanti kamu punya umur panjang, pasti kamu akan melihat seorang wanita yang pergi dari Hiyarah sehingga ia thawaf di Ka’bah, tidak ada yang dia takuti kecuali Allah”. Hiyarah: kota kecil dekat Kufah
Mereka juga berdalil kepada istri-istri Nabi yang menunaikan haji atas izin Umar, pada haji terakhir mereka, yang disertai oleh Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.
Disunnahkan bagi wanita untuk meminta izin suaminya dalam menunaikan haji fardhu, dan suami berkewajiban memberikan izin. Dan jika suami tidak mengizinkan maka ia boleh berangkat tanpa seizinnya. Karena haji fardhu adalah wajib, dan tidak boleh mentaati makhluk untuk mendurhakai Al Khaliq. Sedangkan untuk haji sunnah, maka istri tidak boleh berangkat tanpa izin suaminya. (dan menurut Syafi’iyyah: istri tidak boleh berangkat tanpa izin suami walaupun untuk haji fardhu. Karena hak suami adalah hak seketika sedang ibadah haji bisa ditunda).
Para ulama telah sepakat bahwa jika seorang wanita menunaikan haji tanpa mahram tetap sah hajinya, meski mereka berbeda pendapat apakah berdosa atau tidak?  Sebagaimana mereka bersepakat bahwa orang yang tidak mampu, lalu menunaikan haji maka sah hajinya, dan anak-anak ketika haji sah hajinya. Tetapi apakah telah menggugurkan haji fardhunya setelah baligh?

1. Menghajikan orang yang sudah mati
Barang siapa yang mati dalam keadaan utang kewajiban haji, maka walinya berkewajiban untuk memberangkatkan orang menunaikan haji dengan harta mayit itu, seperti dalam hadits Ibnu Abbas: bahwasanya wanita Juhainah datang menghadap Nabi dan bertanya:
Sesungguhnya ibuku pernah bernadzar menunaikan haji, dan belum haji hingga mati, apakah aku menghajikannya? Jawab Nabi: Ya, hajilah  untuknya. Bagaimana pendapatmu jika ibumu berutang? Kamukah yang melunasinya? Tunaikan kewajibannya kepada Allah, karena Allah lebih diutamakan untuk dipenuhi. (HR Al Bukhari)
2. Menghajikan orang lain
Jika seorang muslim tidak mampu menunaikan haji karena faktor usia atau sakit, maka orang yang berkewajiban haji itu harus memberangkatkan orang lain untuk menghajikan dirinya, seperti dalam hadits Al Fadhl ibnu Abbas RA:
Bahwasanya seorang wanita dari Khats’am berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya ada kewajiban haji bagi ayahku, tetapi ia sudah renta yang tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku menghajikannya? Jawab Nabi: Ya. Dan itu terjadi dalam haji wada’. (HR. Al Jama’ah).
At Tirmidzi mengatakan hadits ini  hasan dan shahih. Dan jika orang yang sakit tadi sembuh setelah ditunaikan hajinya, menurut jumhurul ulama ia wajib mengulangnya. Sedang menurut Imam Ahmad tidak wajib mengulangnya.
3. Syarat Menghajikan orang lain
Syarat menghajikan orang lain yang masih hidup atau sudah mati adalah bahwa orang yang menghajikan itu telah menunaikan haji sebelumnya untuk dirinya sendiri. Seperti dalam hadits Ibnu Abbas:
Bahwasanya Rasulullah SAW mendengar seseorang yang mengucapkan: Labbaika an Syubrumah. Nabi bertanya: Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri? Orang itu menjawab: belum. Nabi bersabda: Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian untuk Syubrumah. (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).
4. Haji dengan uang haram
Menurut Jumhurul ulama hajinya sah tapi ia berdosa. Sedang menurut Imam Ahmad tidak sah hajinya, dan tidak menggugurkan kewajibannya.
5. Berdagang sambil haji
Diperbolehkan sambil berdagang ketika menunaikan ibadah haji, seperti dalam firman Allah SWT:
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. (QS. Al Baqarah: 198), dan para sahabat pernah melakukannya.
Namun yang utama fokus untuk haji saja.

A. Miqat
Miqat ada dua macam yaitu:
1. Miqat Zamaniy
Miqat zamaniy adalah waktu yang hanya dapat dipergunakan untuk menunaikan manasik haji. Firman Allah: artinya waktu menunaikan haji pada bulan-bulan tertentu. Dan para ulama telah bersepakat bahwa bulan haji itu adalah: Syawal, Dzulqa’dah dan sepuluh hari Dzulhijjah. Imam Malik berpendapat bahwa seluruh bulan Dzulhijjah adalah bulan haji.
Dan Ihram haji sebelum masuk bulannya sah menurut jumhurul ulama, meskipun makruh.
2. Miqat Makaniy
Miqat Makaniy adalah tempat-tempat tertentu yang tidak diperbolehkan bagi orang yang hendak umrah maupun haji melewatinya tanpa ihram. Rasulullah SAW telah menetapkan tempat-tempat itu seperti dalam hadits Ibnu Abbas:
“Bahwasanya Rasulullah telah menetapkan miqat penduduk Madinah adalah Dzulhulaifah, penduduk Syam di Al Juhfah, penduduk Nejd di Qarnul Manazil, dan penduduk Yaman di Yalamlam, dan bersabda: Itu bagi mereka, dan bagi setiap orang yang melewatinya meski bukan penduduknya, siapa pun yang berniat haji dan umrah. Sedang orang yang tidak melewatinya maka miqatnya dari tempatnya berada, termasuk penduduk Mekah yang ihram dari Mekah.” (HR Al Khamsah)
Dzulhulaifah: adalah tempat dekat Madinah sekitar 10 km menuju Mekah. Berjarak sekitar 450 km dari Mekah. Terdapat sebuah sumur yang bernama Bi’r Ali
Al Juhfah jaraknya dengan Mekah sekitar 157km, sudah hilang tanda-tandanya, sehingga jamaah haji sekarang ini berihram dari Rabigh yang jaraknya 204 km dari Mekah.
Qarnul Manazil adalah sebuah bukit di sebelah timur Mekah berjarak 94 km
Yalamlam adalah sebuah bukit di sebelah selatan Mekah berjarak 54 km dari Mekah.
Dan jika seseorang yang berniat haji tidak melewati batas-batas miqat ini maka ia berihram dari arah miqat terdekatnya. Seperti yang pernah Umar RA [1] lakukan untuk penduduk Iraq dari Dzatu Irq, yang searah dengan Qarnul Manazil, berjarak 94 km dari Mekah sebelah tenggara.
B. Ihram
1. Ta’rif
Ihram artinya masuk dalam larangan-larangan haji, dimulai dengan niat, yang bersemayam di hati. Disunnahkan untuk melafalkannya dengan mengucapkan: Aku berniat…. Jika telah berniat ihram tanpa menyebutkan kaifiyah yang diinginkan (ifrad, qiran, atau tamattu’) maka niat ihramnya sudah sah, dengan menentukan kemudian kaifiyah yang hendak dilakukan. Diperbolehkan juga niat ihram dengan niat ihramnya orang lain, seperti berniat ihramnya satu rombongan seperti ihram pemimpinnya, meskipun para jamaah itu tidak mengetahui apa niat pemimpinnya itu. Kemudian para jamaah ini mengikuti yang dilakukan pemimpinnya.
Ihram adalah rukun pertama haji menurut jumhurul ulama. Berbeda dengan mazhab Hanafi yang menganggapnya sebagai syarat sahnya haji, bukan rukun. Waktunya bagi orang yang berniat haji adalah pada bulan-bulan haji, dan bagi yang berniat umrah adalah setahun penuh kecuali hari Arafah, nahr, dan tasyriq. Tempatnya di miqat makaniy atau sebelumnya.
Ihram dari miqat hukumnya wajib. Maka barang siapa yang meninggalkannya ia wajib membayar dam. Dan makruh hukumnya bagi seorang muslim yang memasuki Mekah tanpa ihram. Dan disunnahkan baginya setiap kali memasuki Mekah untuk berniat ihram Umrah atau Haji.
2. Sunnah dan Adabnya
  1. Kebersihan di antaranya: menggunting kuku, menggunting kumis, mencabut buku ketiak, berwudhu atau mandi. Semua itu disunnahkan termasuk atas para wanita yang sedang haidh dan nifas. Seperti yang disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas RA
  2. Memakai wewangian tubuh dan pakaian, meskipun masih berbekas ketika sedang ihram, seperti dalam hadits Aisyah RA berkata: “Sepertinya aku melihat kilau wewangian di belahan rambut Rasulullah SAW sedang ia dalam keadaan ihram.” (HR. Asy Syaikhani)
  3. Shalat dua rakaat dengan niat sunnah ihram, dianjurkan membaca surah Al Kafirun pada rakaat pertama dan Al Ikhlas pada rakaat kedua setelah Al fatihah. Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah SAW shalat dua rakaat ketika ihram di Dzilhulaifah. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
  4. Mengumandangkan Talbiyah, hukumnya sunnah menurut Asy Syafi’iy dan Ahmad, dalam keadaan ihram. Dan wajib menurut Mazhab Hanafi dan Maliki yang jika meninggalkannya terkena dam. Lafazhnya seperti yang tercantum dalam As Sunnah:
«لبيكَ اللهمّ لبيك، لبيكَ لا شريك لكَ لبيك، إنّ الحمد والنعمة لك والملك، لا شَريك لك» 
Disunnahkan menjaharkan (mengeraskan suara) ketika talbiyah untuk laki-laki. Sedangkan untuk wanita cukup didengar dirinya sendiri. Disunnahkan memperbanyak talbiyah ketika naik kendaraan atau turun, menanjak naik atau turun, atau ketika berpapasan dengan rombongan lain, setiap usai shalat sejak awal ihram sehingga usai melontar jumrah Aqabah pada hari nahr. Al Jama’ah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW terus bertalbiyah sehingga selesai melontar jumrah.
3. Hal-hal yang diperbolehkan selama ihram
  1. Mandi dan berganti kain ihram. Diperbolehkan pula memakai sabun meskipun beraroma, menurut Asy Syafi’iyah dan Hanabilah. Sebagaimana diperbolehkan pula menggulung dan menyisir rambut. Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah RA: “Gulung dan sisirlah rambutmu” (HR. Muslim).
  2. Menutup wajah dari debu, atau dingin. Sedang jika menutup kepala dengan sengaja maka wajib membayar fidyah.
  3. Membekam, mencabut gigi karena terpaksa. Seperti diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW dibekam pada saat ihram di Lihal Jabal di bagian tengah kepalanya. HR. Al Khamsah. Lihal Jabal adalah tempat antara Mekah dan Madinah
  4. Memijit kepala dan tubuh ketika membutuhkan. Seperti dalam hadits Aisyah RA bahwasannya ia ditanya tentang seorang yang ihram memijit badannya? Jawab Aisyah: Ya silakan memijit dengan keras. HR Asy Syaikhani
  5. Bercermin dan menghirup aroma wangi, dan berobat dengan selain parfum, bersiwak (Al Bukhari)
  6. Menarik bagian tengah kain ihram untuk menjaga uang, memakai cincin (Ibnu Abbas) berteduh dengan paying, tenda atau atap (shahih Muslim)
  7. Membunuh lima jenis hewan fasik, seperti dalam hadits Rasulullah SAW: lima jenis hewan semuanya adalah fasik, yang boleh dibunuh di tanah haram: burung gagak, burung had’ah, kalajengking, tikus, dan anjing galak”. HR Asy Syaikhani. Dianalogikan dalam kelompok ini adalah semua jenis yang mengganggu orang.
4. Larangan Ihram
  1. Memakai pakaian yang dijahit, seperti dalam hadits Nabi: Seorang yang sedang ihram tidak boleh memakai baju, surban, mantel, juga pakaian yang diberi wars dan za’faran, tidak boleh juga memakai sepatu kecuali jika tidak mendapati sandal lalu memotong sepatu itu sehingga di bawah mata kaki”. HR Asy Syaikhani. Sedang untuk wanita diperbolehkan memakai semua itu, yang dilarang hanya memakai wewangian, cadar (yang menutupi wajah), dan sarung tangan. Rasulullah pernah melarang hal ini (Abu Daud, Al Baihaqi, dan Al Hakim)
  2. Akad nikah, untuk diri sendiri atau menikahkan orang lain. Seperti dalam hadits Nabi: Seorang yang ihram tidak boleh menikah, menikahkan dan khitbah”. HR. Al Khamsah kecuali Al Bukhari. Akad nikah yang dilangsungkan dalam keadaan ihram hukumnya batal. Demikian madzhabul jumhur.
  3. Hubungan suami istri dan muqaddimahnya, seperti ciuman, sentuhan dengan syahwat, karena firman Allah: … maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. QS. Al Baqarah: 197. rafats adalah hubungan seks. Haram juga bagi ihram melakukan segala macam maksiat. Inilah yang disebut fusuk. Sebagaimana ia haram berbantah-bantahan dengan sesama.
  4. Memakai wewangian pada pakaian atau badan bagi laki-laki maupun perempuan, seperti dalam hadits Nabi:”… dan janganlah kamu memaki pakaian yang dioles za’faran atau wurs…” HR Al Khamsah. Dan jika orang yang sedang ihram wafat, maka ia pun tidak diberi wewangian ketika memandikan atau mengafaninya. Rasulullah SAW pernah melarang hal ini, dan bersabda: “Mandikan ia dengan air dan daun bidara, kafanilah dengan kain ihramnya, jangan olesi wewangian, jangan tutup kepalanya, karena nanti di hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan bertalbiyah”. HR Asy Syaikhani dan At Tirmidzi.
  5. Berburu hewan darat, makan hewan yang ditangkap untuk yang ihram atau atas petunjuk orang yang ihram. Sedangkan jika orang lain berburu kemudian orang yang ihram diberi atau membeli maka ia boleh memakannya. Sedangkan hewan laut maka dihalalkan untuk menangkap dan memakannya tanpa larangan. Sesuai dengan firman Allah:  Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. QS. Al Maidah: 96, juga sesuai dengan hadits Nabi: “ Hewan hasil buruan darat halal bagimu dalam keadaan ihram, selama bukan kamu yang menangkapnya atau menangkapkan untukmu”. HR. Ahmad dan At Tirmidzi
  6. Menggunting kuku, menghilangkan rambut dengan gunting atau cukur, atau cara lain, seperti dalam firman Allah: …, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. QS. Al Baqarah: 196
5. Hukuman melanggar larangan sewaktu Ihram
  1. Hubungan suami istri: Jika terjadi sebelum wuquf di Arafah maka hajinya batal menurut ijma’ ulama, dan ia wajib menyempurnakan manasik yang tersisa, wajib menyembelih seekor unta menurut jumhurul ulama, wajib juga  mengqadha, yaitu mengulang haji tahun depan. Qadha ini hukumnya wajib, baik haji yang batal itu haji fardhu atau haji sunnah. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, ia wajib menyembelih seekor kambing dan tidak wajib qadha, kecuali jika haji yang batal itu haji fardhu. Jika hubungan itu terjadi setelah wukuf di Arafah dan sebelum tahallul pertama maka menurut jumhurul ulama hukumnya sama dengan berhubungan sebelum wukuf. Sedangkan menurut mazhab Abu Hanifah tidak batal hajinya dan ia wajib menyembelih seekor unta. Sedang jika berhubungan seks itu setelah tahallul pertama maka tidak membatalkan haji, tidak wajib qadha menurut jumhurul ulama, wajib membayar fidyah seekor onta menurut As Syafi’iy, atau seekor kambing menurut Malikiy.
  2. Membunuh hewan buruan. Firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu, sebagai had-ya yang di bawa sampai ke Ka`bah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. (QS. Al Maidah: 95) seimbang menurut imam Syafi’iy adalah pada bentuk dan rupa, dan menurut Abu Hanifah adalah pada nilai. Jika seseorang tidak mampu menghadirkan yang serupa bentuk dan rupanya maka ia mengganti dengan nilai harganya kemudian disedekahkan kepada orang-orang miskin. Dan jika tidak mampu maka berpuasa setiap hari senilai makanan untuk seorang miskin. Ayat di atas menegaskan tentang hukum orang yang membunuh hewan buruan dengan sengaja dalam keadaan ihram. Kemudian sunnah Nabi menerangkan tentang hukum orang yang membunuh hewan buruan dengan tidak sengaja karena lupa atau tidak tahu kalau ia dalam keadaan ihram, ia berkewajiban sama dengan orang yang sengaja. Hanya ia tidak berdosa karenanya. Demikianlah pendapat jumhurul ulama, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Katsir.
  3. Larangan lainnya. Jika orang yang sedang ihram melakukan larangan lainnya seperti menggunting rambut, atau memakai pakaian yang berjahit, maka ia wajib memotong kambing atau puasa tiga hari atau memberi makan enam orang miskin masing-masing tiga sha’ kurma. Seperti dalam hadits Ka’b bin Ujrah yang diriwayatkan oleh Al Bukhari Muslim. Sedang jika melakukan pelanggaran itu karena lupa atau tidak tahu maka ia tidak berkewajiban apa-apa. Seperti yang diriwayatkan oleh Al Bukhari.
Disunnahkan bagi seorang muslim untuk menentukan jenis haji ini sewaktu ihram. Jika telah melakukan ihram tanpa menentukan satu dari tiga cara ini ihramnya sah, demikian juga hajinya jika melakukan satu dari tiga cara di atas. Diperbolehkan bagi orang yang telah berniat tamattu’ berpindah ke qiran, sebagaimana bagi ifrad pindah ke qiran, diperbolehkan pula bagi yang telah berniat qiran untuk berpindah ke ifrad sebelum thawaf. Dan berikut ini akan dijelaskan tiga macam cara itu dengan singkat.
A. Ifrad
Haji ifrad adalah orang yang berniat saat ihramnya hanya untuk haji saja. Ia mengucapkan (لبيكَ بحجٍ)  kemudian memasuki Mekah untuk thawaf qudum, dan terus ihram hingga datang waktu haji. Kemudian ia tunaikan manasik haji; wukuf di Arafah, mabit di Muzdallifah, melontar jumrah Aqabah, thawaf ifadhah, sa’iy antara Shafa Marwa, bermalam di Mina untuk melontar jumrah pada hari tasyriq. Kemudian setelah usai menunaikan seluruh manasik haji itu ia tahallul kedua, lalu keluar dari Mekah memulai ihram yang kedua dengan niat umrah, jika mau melaksanakan manasiknya.
Haji ifrad adalah manasik paling afdhal menurut Syafi’i dan Maliki karena dengan manasik ini tidak membayar dam. Dan kewajiban dam adalah untuk menambal kekurangan yang ada. Sebagaimana haji Rasulullah saw, menurut mereka adalah ifrad.
B. Tamattu’
Haji tamattu’ adalah haji dengan terlebih dahulu ihram untuk melaksanakan umrah dari miqat. Dengan mengucapkan (لبيك بعُمرة)  kemudian memasuki kota Mekah, menyempurnakan manasik umrah thawaf dan sa’i lalu memotong atau mencukur rambut, kemudian tahallul dari ihram. Halal baginya segala larangan ihram termasuk berhubungan suami istri. Ia dalam keadaan demikian sehingga dating tanggal 8 Dzulhijjah lalu ihram haji, melaksanakan manasiknya wukuf di Arafah, thawaf, sa’i dsb. Ia melaksanakan seluruh  manasik umrah, kemudian melaksanakan manasik haji dengan sempurna pula. Haji tamattu’ adalah cara paling afdhal menurut mazhab Hambali.
Syarat haji tamattu adalah memadukan umrah dan haji dalam satu perjalanan di satu musim (bulan) haji di tahun yang sama menurut jumhurul fuqaha’. Mazhab Hanafi menambahkan syarat lain yaitu: bukan penduduk Mekah, seperti dalam firman Allah:  “…. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. (QS. Al Baqarah: 196) dhamir (kata ganti) dalam kata ( ) menurut mazhab Hanafi kembali kepada tamattu’ umrah, sedangkan ulama lainnya mengembalikan dhamir ini kepada hadyu atau shiyam.
C. Qiran
Haji qiran adalah dengan berniat ketika ihram sekaligus haji dan umrah dengan mengucapkan: kemudian memasuki Mekah thawaf qudum, dan terus dalam keadaan ihram sehingga datang waktu melaksanakan manasik haji. Ia melaksanakan manasik itu dengan sempurna, wuquf di Arafah, melontar jumrah, thawaf ifadhah, sa’i antara Shafa dan Marwa serta manasik lainnya. Ia tidak berkewajiban thawaf dan sa’i lain untuk umrah, cukup dengan thawaf dan sa’i haji. Seperti yang pernah Rasulullah katakana kepada Aisyah RA: thawaf-mu di Ka’bah dan sa’i-mu antara Shafa dan Marwa sudah cukup untuk haji dan umrahmu” HR. Muslim.
Haji Qiran adalah haji yang paling afdhal menurut mazhab Hanafi.
Bagi orang menunaikan haji tamattu’ dan qiran wajib menyembelih hewan hadyu, minimal seekor kambing, dan jika tidak mampu bias diganti dengan puasa sepuluh hari: tiga hari di antaranya dilakukan pada waktu haji, (setelah memulainya dengan ihram)  dan yang afdhal pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, diperbolehkan pula puasanya pada hari tasyriq juga seperti dalam hadits Al Bukhari: Tidak ada rukhshah berpuasa di hari tasyriq kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan al hadyu. Jika puasa tiga hari lewat waktunya maka ia wajib mengqadha’nya. Dan tujuh hari lainnya ketika sudah kembali ke tanah air, tidak disyaratkan berkelanjutan puasa itu  kecuali pada tiga hari pertama.  Dan tujuh hari berikutnya tidak wajib  berurutan.

Pada bagian ini kami batasi pembahasan pada rukun, wajib dan sunnah haji. Sedang pembahasan tentang larangan haji sudah terbahas dalam larangan ihram terdahulu.
Rukun dan wajib adalah dua hal yang dituntut dengan tegas. Perbedaan keduanya adalah bahwa meninggalkan rukun berakibat batal haji, sedang meninggalkan wajibnya dapat diganti dengan fidyah. Dalam pembahasan ini kami gabungkan antara rukun dan wajib karena mempertimbangkan perbedaan pada ulama fiqih.
A. Ihram
Ihram menurut jumhur ulama termasuk dalam rukun haji, hanya mazhab Hanafi yang menyatakan bahwa ihram adalah syarat sahnya haji.
B. Wuquf di Arafah
Wuquf di Arafah adalah rukun haji terbesar. Dan para ulama dengan ijma’ menyatakan hal ini berdasar hadits Rasulullah saw: “ Haji adalah Arafah” HR Ahmad dan Ashabussunan. Seluruh area Arafah adalah tempat wukuf kecuali dalam wadi (jurang) Arafah. Wuquf berarti berada/hadir di satu tempat meskipun sejenak.
Wukuf dimulai dari sejak tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah, waktu Zhuhur, sehingga datangnya fajar tanggal 10. dan diharuskan pula dalam wukuf itu sampai setelah terbenam matahari, sehingga dapat memadukan antaran siang dan malam di tempat wukuf.
Di antara sunnah wuquf adalah mandi, wukuf di bebatuan, seperti wukufnya Rasulullah saw
Adab dalam wuquf antara lain: Menjaga thaharah (suci, dalam keadaan wudhu) menghadap kiblat, memperbanyak doa, istighfar dan dzikir, bershalawat atas Nabi, meninggalkan ucapan yang sia-sia, berpaling dari urusan dunia.
Rasulullah saw melarang berpuasa di Arafah, karena hari itu adalah hari raya, dan agar fisik orang yang sedang haji kuat untuk dzikir dan berdoa.
Termasuk dalam sunnah wukuf adalah menggabungkan shalat Zhuhur dan Ashar dengan jama’ taqdim di Arafah dengan satu adzan dan dua qamat, diutamakan berjamaah bersama imam, boleh juga dilakukan dengan munfarid.
C. Thawaf Ifadhah
Thawaf ifadhah adalah rukun haji kedua yang tidak ada khilaf (perbedaan pendapat ulama). Disebut juga thawaf rukun, thawaf ziyarah. Ia merupakan satu dari empat amalan di hari nahr –tanggal 10 Dzulhijjah- (melontar jumrah, memotong hewan, mencukur atau menggunting rambut, thawaf). Dengan thawaf inilah seorang haji diperbolehkan tahallul akhir, dan diperbolehkan kembali seluruh larangan ihram termasuk berhubungan dengan istri. Thawaf ifadhah sebagaimana thawaf lainnya, memiliki syarat, wajib, dan sunnah.
1. Syarat
  1. Bersuci dari hadats kecil, besar dan najis. Seperti yang pernah Rasulullah katakana kepada Aisyah RA ketika sedang haidh: Lakukan seperti apa yang dilakukan orang yang haji selain thawaf di Ka’bah, sehingga kamu mandi –bersuci-“ HR. Muslim
  2. Menutup aurat, seperti dalam hadits Abu Hurairah RA. Bahwa Abu Bakar menyuruhnya pada saat menjadi Amirul hajj sebelum haji wada’ Rasulullah saw. Bersama dengan sekelompok kaum muslimin di hadapan khalayak di hari nahr: “Tidak boleh lagi setelah tahun ini orang musyrik berhaji, dan tidak boleh ada lagi orang yang thawaf di Ka’bah dengan telanjang.” HR Asy Syaikhani
2. Wajib
  1. Dilakukan di tempat yang telah ditetapkan dalam agama, yaitu di luar Ka’bah. Maka jika seseorang thawaf di dalam hijir Ismail, maka thawafnya tidak sah, karena hijr termasuk dalam Ka’bah. Hijr Ismail adalah bagian setengah lingkaran yang dikelilingi tembok di sebelah utara Ka’bah.
  2. Dilakukan pada waktu yang telah ditetapkan. Thawaf ifadhan dimulai sejak terbit fajar hari nahr, dan tidak ada batas akhirnya. Diutamakan dilakukan pada hari nahr seperti yang Rasulullah lakukan, kemudian pada hari tasyriq. Jika ditunda melewati hari itu maka wajib membayar dam menurut mazhab Hanafi.
  3. Dilakukan tujuh kali putaran sempurna, dimulai dari hajar aswad dan berakhir di hajar aswad
  4. Menjadikan Ka’bah di sisi kirinya
  5. Thawaf dengan berjalan kaki kecuali bagi yang berhalangan, maka diperbolehkan thawaf dengan naik kendaraan atau ditandu
  6. Shalat dua rakaat setelah thawaf, wajib menurut mazhab Hanafi dan Maliki, disunnahkan membaca surah Al Kafirun pada rakaat pertama dan Al Ikhlas pada rakaat kedua.
3. Sunnah
  1. Idhthiba’ bagi laki-laki, yaitu dengan membuka pundak kanan, dan meletakkan pertengahan kain ihram di bawah ketiak kanan, dan melipat ujung kain ihram di atas pundak kiri
  2. Berjalan cepat bagi laku-laki, yaitu dengan mempercepat jalan dengan langkah pendek pada tiga putaran pertama, kemudian berjalan biasa pada empat putaran berikutnya.
  3. Mencium hajar aswad jika mampu ketika memulai thawaf dan pada setiap putaran thawaf. Namun jika tidak mampu cukup dengan isyarat kepada hajar aswad dengan mengucapkan: (بسم الله والله أكبر ولله الحمد. اللهمّ إيماناً بك، وتصديقاً بكتابك، ووفاءً بعهدك، واتباعاً لسنّة نبيك سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم).
  4. Menyentuh rukun Yamani, yaitu sudut sebelum hajar aswad
  5. Memperbanyak doa dzikir, dan istighfar, tidak ada keharusan untuk membaca doa tertentu. Di antara doa di saat thawaf adalah  : «سبحانَ اللَّهِ والحمدُ للَّهِ ولا إله إلّا الله واللَّهُ أكبرُ ولا حولَ ولا قوةَ إلّا بالله» رواه ابن ماجه.  Dan ketika menyentuh rukun Yamani berdoa: «ربنا آتِنا في الدنيا حَسنة وفي الآخرة حَسنةً وقِنا عذاب النار» رواه أبو داود.
  6. Bersambung antara tujuh putaran thawaf itu, tidak terputus kecuali karena uzhur tertentu, seperti qamat shalat fardhu, maka ia harus menghentikan thawafnya untuk mengikuti shalat berjamaah, kemudian melanjutkannya setelah shalat.
D. Sa’i
Sa’i dari Shafa ke Marwa adalah salah satu rukun haji menurut Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah dalam salah satu pendapatnya. Maka barang siapa yang meninggalkannya batal hajinya dan tidak bias ditebus dengan dam. Mereka berpegang pada hadits Aisyah RA: “Allah tidak akan menilai sempurna orang yang tidak thawaf dari Shafa dan Marwa”. HR Muslim. Sebagaimana mereka juga berpegang pada riwayat Habibah binti Abi Tajra’ah bahwa Rasulullah saw bersabda ketika sa’i: “Sa’ilah karena Allah telah menetapkan sa’i atas kalian”. HR Ad Daruquthniy
Abu Hanifah berpendapat bahwa sa’i adalah wajib, artinya jika meninggalkannya wajib membayar dam dan tidak batal hajinya. Penulis AL Mughniy –Ibnu Qudamah- yang bermazhab Hanbali memilih pendapat ini karena dalil yang menyatakannya rukun lebih memberikan pesan wajib.
1. Syarat
  1. Dilakukan setelah thawaf, baik thawaf ifadhah maupun thawaf qudum. Jika melakukan sa’i sebelum thawaf ia wajib membayar dam menurut mazhab Hanafi
  2. Tidak disyaratkan dalam keadaan suci, meskipun disunnahkan dalam seluruh manasik.
2. Wajibat Sa’i
  1. Dilakukan dengan tujuh putaran, mulai dari Shafa dan berakhir di Marwa, jika dilakukan terbalik maka ia wajib membayar dam menurut mazhab Hanafi
  2. Dilakukan di tempat sa’i yang tersedia berjarak sekitar 420 m, seperti yang Rasulullah lakukan. Dan Sabdanya: Ambillah dariku manasik kalian.
3. Sunnah sa’i
  1. Naik ke Shafa kemudian menghadap kiblat dan mengucapkan: «لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو وعلى كلِّ شيء قدير، لا إله إلا الله وَحْده أنجز وَعده ونصر عَبده وهزم الأحزاب وحده» رواه مسلم.
  2. Berjalan biasa pada awal sa’i sehingga sampai di tanda hijau berjalan cepat sehingga sampai di tanda hijau berikutnya. Kemudian berjalan biasa sampai ke Marwa lalu naik ke bukit Marwa dan melakukan seperti yang dilakukan di bukit Shafa. HR Muslim. Diperbolehkan pula sa’i dengan naik kendaraan bagi yang tidak mampu.
  3. Dilakukan dengan bersambung antara putaran-putaran sa’i, jika terputus oleh wudhu atau amalan lain maka ia harus kembali menyempurnakannya.
  4. Memperbanyak doa, dzikrullah, dan membaca Al Qur’an, di antara ucapan Nabi ketika sa’i adalah: «رب اغفر وارحم، واهدني السبيل الأقوم»، و«رب اغفر وارحم إنك أنت الأعزُّ الأكرم».
E. Memotong atau Mencukur Rambut
Memotong atau mencukur rambut adalah rukun haji ke lima menurut Syafi’iyyah saja. Sedangkan menurut jumhur ulama termasuk dalam wajib haji. Mencukur rambut adalah mencabut akar rambut sampai ke akarnya dengan pisau. Sedangkan memotong rambut adalah dengan memotong sebagiannya tidak sampai ke akarnya. Firman Allah: … bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, QS. Al Fath: 27   mencukur lebih diutamakan daripada memotong bagi laki-laki. Seperti dalam hadits Rasulullah saw: Ya Allah rahmatilah orang-orang yang mencukur. Para sahabat berkata: dan yang memotong Ya Rasulullah. Sabda Nabi: Ya Allah rahmatilah yang mencukur. Para sahabat mengusulkan lagi: dan yang memotong Ya Rasulullah. Sabda Nabi: dan yang memotong rambut. Muttafaq alaih.
Sedangkan untuk wanita hanya diajarkan menggunting saja, tidak ada mencukur. Dalam hadits Ibnu Abbas Rasulullah saw bersabda: Mencukur tidak berlaku pada wanita, mereka hanya menggunting. HR Abu Daud dengan sanad Hasan.
Minimal potong dan cukur rambut itu adalah tiga helai rambut, atau sebagiannya dengan cara yang ada. Waktunya setelah melontar jumrah aqabah di hari nahr. Diperbolehkan menundanya setelah hari nahr menurut Asy Syafiiyyah. Disunnahkan pula bagi orang yang berkepala botak untuk menggerakkan pisau cukur di atas kepalanya. Sebagaimana disunnahkan bagi orang yang mencukur atau menggunting rambut itu untuk menggunting kuku dan kumisnya.
F. Wuquf di Muzdalifah
Wuquf di Muzdalifah adalah termasuk dalam wajib haji, seperti yang disepakati para ulama. Dan yang ditegaskan dalam mazhab Imam Ahmad adalah bermalam (mabit) sedang menurut ulama lainnya cukup dengan wukuf(berhenti),  hadir, turun atau lewat di Muzdalifah
Waktunya setelah Arafah dan sebelum dating fajar hari nahr.
Disunnahkan shalat subuh di awal waktu, kemudian berhenti di Masy’aril haram  sehingga pagi mulai terang, dengan memperbanyak dzikir, dan doa. dan setelah matahari terbit bergerak ke Mina. Seluruh Muzdalifah adalah tempat wuquf kecuali wadi Muhassir (antara Muzdalifah dan Mina). Dan orang yang tidak sempat wukkuf di Muzdalifah tanpa udzur maka ia wajib membayar dam. Dalam wuquf di Muzdalifah ini harus berada di sana sampai separo malam kedua menurut Asy Syafi’iyah.
G. Melontar Jumrah
Para ulama bersepakat bahwa melontar jumrah adalah salah satu wajib haji, maka barang siapa yang meninggalkannya ia wajib membayar dam. Kewajiban melontar jumrah ini karena Rasulullah melakukannya, dan bersabda: “Agar kalian mengambil manasik itu dariku. Sesungguhnya aku tidak tahu barangkali aku tidak menunaikan lagi haji setelah haji sekarang ini.” HR Muslim, An Nasa’iy dan Ahmad.
Jumrah berarti batu-batu kecil. Tempat melontar disebut jumrah karena di sanalah berkumpulnya batu-batu kecil itu. Jumrah yang harus dilontar ada tiga yaitu:
  1. Jumrah Aqabah, yaitu jumrah terbesar yang berada di ujung Mina menuju ke Mekah
  2. Jumrah Wustha, berada sebelum jumrah Aqabah ke arah Mina
  3. Jumrah Shughra, yaitu awal jumrah yang berada di jalan dari Mina ke Mekah
Syarat sah dan kewajiban melontar jumrah:
  1. Dilakukan dengan melontar, meskipun pelan, melontar dilakukan langsung dengan tangan
  2. Yang dipakai melontar harus berupa batu (menurut Abu Hanifah, diperbolehkan melontar dengan segala jenis tanah, seperti tanah liat dsb)
  3. melontar setiap jumrah dengan tujuh batu, dan satu persatu. Maka jika melontarnya dengan dua batu sekaligus dihitung sekali lontaran.
  4. Mengarah dan mengenai jumrah
  5. Berurutan lontaran jumrah itu pada hari tasyriq, shughra, wustha, lalu aqabah. Demikian menurut jumhur ulama. Sedang menurut Abu Hanifah berurutan melontar itu hukumnya sunnah.
Sunnahnya melontar:
  1. Mendekati obyek lontaran dari jarak lima hasta
  2. Menghadap kiblat pada saat melontar, kecuali jumrah Aqabah pada hari nahr.
  3. Dilakukan dengan berurutan antara masing-masing lontaran
  4. Batu lontaran sebesar kerikil, dan makruh menggunakan batu besar
  5. Setiap melontar satu batu disertai dengan ucapan: « بسم الله والله أكبر، صدق الله وعده ونصر عبده وأعزَّ جنده وهزم الأحزاب وحده، لا إله إلا الله ولا نعبد إلَّا إياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون »
  6. Berhenti sejenak setelah melontar satu jumrah untuk melontar jumrah berikutnya, dan berdoa sesuai dengan keinginannya. Kecuali setelah melontar jumrah Aqabah, tidak berhenti.
Hari dan waktu melontar jumrah.
Hari melontar jumrah ada empat hari, yaitu:
  1. Hari nahr –10 Dzulhijjah- hari itu wajib melontar jumrah aqabah dengan tujuh batu saja. Waktu sunnahnya sejak terbit matahari, sehingga zawal (matahari bergeser ke barat) Rasulullah saw melontar jumrah Aqabah pada waktu Dhuha hari nahr. Dan diperbolehkan melontarnya antara zawal dan terbenam matahari, jika tidak sunnah maka sesungguhnya pernah ada seorang yang bertanya kepada Nabi pada hari nahr: Aku melontar ketika sore hari. Jawab Nabi: tidak apa-apa. HR Al Bukhari. Sedang jika ditunda setelah terbenam matahari, maka ia boleh melontar di waktu malam menurut jumhur ulama. Sedang menurut mazhab Hanbali ia melontar keesokan harinya setelah bergeser matahari. Dan tidak wajib membayar dam. Mazhab Syafi’iy memperbolehkan melontar jumrah Aqabah sejak tengah malam hari nahr. Sedangkan mazhab lainnya memperbolehkannya bagi orang-orang yang berhalangan saja. Rasulullah saw mengizinkan kepada para penggembala kambing untuk melontar malam hari, demikian juga kepada Ummu Salamah, melontar sebelum fajar (HR. Abu Daud dan Al Baihaqi)
  2. Hari tasyriq, yaitu tiga hari setelah hari nahr (11-12-13 Dzulhijjah) diperbolehkan bagi orang yang ingin segera menyelesaikannya untuk mengambil dua hari saja. Maka jika selesai melontar jumrah pada hari kedua tasyriq (12 Dzulhijjah) lalu menuju ke Mekah, disebut nafar awal. Dan jika telah terbit fajar hari ke 13 Dzulhijjah masih berada di Mina, ia wajib melontar pada hari itu kemudian berangkat ke Mekah, disebut nafar Tsani. Firman Allah:
… Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertaqwa. QS Al Baqarah: 203
Yang wajib dilakukan pada tiga hari tasyriq itu adalah melontar jumrah secara berurutan. Shughra, wustha, lalu Aqabah, melontar masing-masing jumrah dengan tujuh batu.
Waktu yang disunnahkan untuk melontar adalah sejak bergeser matahari sampai terbenam. Dan jika mengakhirkannya diperbolehkan melontar pada malam hari sehingga terbit matahari hari berikutnya, meskipun makruh. Dan menurut Abu Hanifah diperbolehkan melontar pada hari ketiga sebelum zawal.
Dan barangsiapa yang ketinggalan sehingga usai hari tasyriq dan tidak sempat melontar jumrah, maka wajib membayar dam.
Diperbolehkan juga bagi yang berhalangan untuk digantikan oleh orang lain.
H. Mabit di Mina
Bermalam di Mina selama tiga malam, atau dua malam bagi yang ingin bersegera ke Mekah, hukumnya wajib menurut tiga imam mazhab (Maliki, Syafi’iy, dan Hanbali), bagi yang meninggalkannya wajib membayar dam. Kewajiban mabit gugur bagi orang yang berhalangan. Rasulullah saw memberikan rukhshah kepada Al Abbas untuk mabit di Mekah karena perannya sebagai pemberi minum. HR Al Bukhari. Sebagaimana diberikan rukhshah pula kepada para penggembala (HR. Ashabussunan).
Keberangkatan dari Mina menuju ke Mekah dilakukan pada hari kedua tasyriq atau ketiganya sebelum terbenam matahari, menurut tiga imam mazhab. Dan diperbolehkan berangkat setelah Maghrib sehingga terbit fajar meskipun makruh menurut mazhab Hanafi.
I. Thawaf Wada’
Disebut thawaf wada’ karena akan meninggalkan Ka’bah. Thawaf ini tidak ada jalan cepatnya. Hukumnya wajib menurut jumhur ulama, bagi yang meninggalkannya wajib membayar dam, seperti dalam hadits Nabi Muhammad saw: “ Janganlah seseorang di antaramu berangkat sehingga akhir pertemuannya itu dengan Ka’bah”. HR Muslim. Mazhab Malikiy memandang hukumnya sunnah, jika ditinggalkan tidak berkewajiban apa-apa. Thawaf ini diringankan atas wanita yang sedang haidh seperti dalam riwayat Al Bukhari.
Waktu thawaf ini setelah menyelesaikan seluruh kegiatan agar menjadi akhir pertemuan dengan Ka’bah. Maka setelah thawaf wada’ ini tidak melakukan aktivitas lagi kecuali kebutuhan yang harus dipenuhi di jalan seperti membeli bekal perjalanan. Jika tertunda keberangkatannya maka ia wajib mengulanginya lagi.
J. Al Hadyu
Al Hadyu adalah hewan ternak yang dihadiahkan ke tanah haram untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hewan ternak yang dimaksudkan adalah: onta, sapi, dan kambing. Diperbolehkan berjenis kelamin jantan maupun betina. Firman Allah:
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, QS. Al Hajj: 36
Minimal binatang yang dapat dijadikan hadyu adalah seekor kambing untuk seorang, atau seekor onta atau sapi untuk tujuh orang. Berhadyu dengan onta wajib dilakukan bagi orang yang thawaf dalam keadaan junub, haidh atau nifas, atau yang berhubungan seksual dalam keadaan ihram, atau bagi orang yang bernadzar.
Macamnya:
  1. Sunnah bagi orang yang haji ifrad atau umrah
  2. Wajib  dalam kondisi berikut ini:
    1. Haji qiran
    2. Haji Tamattu’
    3. Meninggalkan salah satu kewajiban haji
    4. Melakukan salah satu larangan ihram
Syarat Hadyu
  1. Hewannya telah kupak (putus gigi depannya), jika onta telah mencapai usia lima tahun, sapi telah berusia dua tahun, dan kambing harus sudah mencapai umur satu tahun, dan domba jika sudah mencapai umur enam bulan.
  2. Tidak cacat, dan diutamakan memilih yang paling baik
Waktu, tempat dan cara  pemotongan
Disunnahkan memotong onta dalam keadaan berdiri dengan terikat kaki kiri depannya, sedang sapi dan kambing dipotong dalam keadaan berbaring.
Waktu penyembelihan pada hari nahr dan hari tasyriq, untuk hadyu yang sunnah maupun wajib. Jika waktu pemotongannya lewat maka ia wajib mengqadha’nya.
Tempat pemotongannya di tanah haram. Firman Allah:  ….. kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah). QS. Al Hajj: 33 dan yang utama bagi orang yang sedang haji untuk menyembelihnya di Mina, sedang bagi  yang umrah menyembelihnya di Marwa, karena keduanya menjadi tempat tahallul.
Hukum-hukum lain seputar hadyu
  1. Para ulama bersepakat bahwa diperbolehkan makan dari hewan hadyu tathawwu’, karena firman Allah: … Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. QS. Al Hajj: 28
  2. Diperbolehkan makan dari hadyu wajib karena tamattu’ atau qiran menurut mazhab Hanafi dan Hanbali.
  3. Diperbolehkan makan keseluruhan daging hadyu, kecuali fidyah karena sakit, hukuman berburu dan nadzar untuk fakir miskin, menurut mazhab Malikiy. Maka yang boleh dimakan hanyalah hadyu dari sebab melanggar larangan ihram atau ketinggalan wajib haji.
  4. Dan karena boleh makan, maka disunnahkan baginya untuk makan, menjadikannya sebagai hadiah dan sedekah
  5. Disunnahkan memotong langsung sendiri, atau menyaksikan pemotongan. Tidak diperbolehkan memberikan ongkos potong dari daging hadyu, meskipun boleh bersedekah kepadanya dari daging itu
K. Sunnah Haji Lainnya
Yaitu sunnah yang tidak berkaitan dengan rukun dan wajib haji.
  1. Thawaf qudum (kedatangan)  bagi orang yang tidak tamattu’ maupun umrah, karena mereka memulai dengan thawaf umrah. Sedang yang ifrad atau qiran disunnahkan thawaf qudum. Waktunya ketika masuk Mekah, dan sifatnya seperti thawaf ifadhah. Hanya dalam thawaf ini tidak ada anjuran Idhthibagh (membuka bahu kanan, dan meletakkan lipatan kain ihram di atas pundak kiri) , jalan cepat dan tidak wajib sa’i.
  2. Minum air zamzam setelah thawaf, dan shalat. Dalam hadits shahih Rasulullah saw minum air zamzam dan bersabda: “Sesungguhnya ia diberkahi”. Disunnahkan bagi yang meminumnya untuk berniat meminta kesembuhan dan sejenisnya. Rasulullah saw bersabda: “Air zamzam sesuai dengan keinginan peminumnya”. Dengan menghadap kiblat, minum dengan tiga kali tegukan, melepas dahaga dengannya kemudian mengucapkan alhamdulillah.
  3. Khutbah haji, ada empat macam yang disampaikan imam, yaitu:
    1. hari ke tujuh Dzulhijjah setelah Zhuhur di Masjidil haram
    2. hari Arafah di Namirah sebelum shalat Zhuhur
    3. hari nahr di Mina setelah shalat Zhuhur
    4. hari nafar awal di Mina setelah shalat Zhuhur
  4. Mabit di Mina pada malam Arafah. Termasuk dalam sunnah adalah berangkat dari Mekah ke Mina pada hari Tarwiyah 8 Dzulhijjah setelah terbit matahari, shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’, dan subuh di Mina.
  5. Memperbanyak shalat di Masjidil Haram, thawaf setiap kali masuk, karena tahiyyatul Ka’bah adalah thawaf.
Turun ke lembah Al Muhashshab atau Al Bathha’ (antara jabal Nur dan Al Hajun) di tengah perjalanan dari Mina ke Mekah. Di tempat inilah orang-orang musyrik bersepakat untuk memboikot Bani Hasyim dan Banil Muththalib, sehingga mereka mau menyerahkan Rasulullah saw. Dan Rasulullah saw bersemangat untuk menampilkan syiar-syiar Islam pada saat itu tampil pula syiar-syiar kufur.

A. Berakhirnya Manasik Haji Dengan Tahallul
Dilakukan dengan dua tahap, yaitu:
  1. Tahallul awal, dapat dilakukan dengan melakukan dua dari tiga amalan ini, yaitu: Melontar jumrah aqabah, menggunting/mencukur rambut, dan thawaf ifadhah. Dengan tahallul ini telah halal semua larangan ihram kecuali, hubungan suami istri. Tiga amalan ini dimulai sejak terbit fajar hari nahr, (tengah malam menurut  mazhab Syafi’iy)
  2. Tahallul tsani , ketika melakukan tiga amalan di atas. Dengan selesainya tiga amalan itu maka diperbolehkan baginya melakukan segala sesuatu termasuk berhubungan suami istri. Dan tiga amalan tahallul ini dapat diselesaikan pada hari nahr. Orang yang sedang haji dapat meneruskan manasik hajinya di Mina dalam keadaan tahallul.
B. Batalnya Haji
Ketika seseorang sudah memulai menunaikan manasik haji, maka tidak ada yang membatalkannya kecuali karena satu perbuatan yaitu: Hubungan suami istri, yang dilakukan sebelum selesai menunaikan amalan umrah bagi orang yang tamattu’, dan sebelum tahallul awal bagi orang yang ifrad maupun qiran.
Dalam keadaan ini, orang yang batal haji atau umrahnya itu berkewajiban:
  1. Menyempurnakan manasik yang batal: tidak boleh menanggalkan ihram sehingga telah menyelesaikannya. Firman Allah: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. QS. Al Baqarah: 196
  2. Segera mengulang menurut jumhur ulama, jika haji fardhu. Dan menurut mazhab Syafi’iy, wajib mengulang juga walaupun untuk haji sunnah, sebab haji sunnah menurut mereka telah menjadi wajib ketika sudah memulainya.
  3. Wajib membayar dam dengan memotong onta. Karena Rasulullah pernah bersabda kepada orang yang menggauli istrinya dan keduanya dalam keadaan ihram: …sempurnakan manasikmu, potonglah hewan hadyu, lalu pulanglah dan kamu berdua berkewajiban haji lain…”HR Al Baihaqi
C. Ketinggalan Haji
Ketinggalan haji terjadi karena ketinggalan wuquf di Arafah. Yaitu terbitnya fajar hari nahr sebelum mereka hadir di Arafah. Jika keterlambatan itu karena udzur ia tidak berdosa dan jika tidak ada udzur ia berdosa.
Dan bagi orang yang terlambat hadir di Arafah berkewajiban berikut ini:
  1. Wajib tahallul dari manasik umrah, tidak wajib melontar jumrah, tidak wajib mabit di Mina, karena keduanya kelanjutan wukuf di Arafah
  2. Mengqadha langsung pada tahun depan, jika yang ketinggalan itu adalah haji fardhu menurut kesepakatan ulama. Dan jika haji sunnah wajib mengqadha pula menurut mazhab Syafi’iy
D. Ihshar
Ihshar adalah terhalangnya orang yang haji untuk menyempurnakan thawaf umrahnya, atau mengikuti wukuf di Arafah atau thawaf ifadhah bagi orang yang haji.
Mayoritas ulama memandang seluruh sesuatu yang menghalangi orang dari Baitullah. Sedangkan menurut imam Malik dan Asy Syafi’iy: yang dapat disebut halangan hanyalah musuh.
Bagi orang yang terhalang diperbolehkan tahallul dan berkewajiban berikut ini:
  1. Menyembelih hadyu, minimal seekor kambing menurut jumhur ulama, atau sapi atau onta, seperti dalam firman Allah: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, …QS. Al Baqarah: 196
  2. Penyembelihan dilakukan di tempat pengepungan, tempat tahallul
  3. Tidak wajib qadha, kecuali haji wajib.
Pada bagian ini kami ingin meringkas manasik haji sesuai dengan urutan waktunya. Hal ini untuk memudahkan pemahaman bagi orang yang haji dan umrah. Dan kami membaginya dalam empat bagian yaitu:
A.    Sejak Berniat Menunaikan Haji Sehingga Sampai Di Miqat
Disunnahkan bagi orang yang berniat menunaikan haji untuk menghentikan muamalahnya dengan sesama manusia; mengembalikan barang-barang titipan kepada pemiliknya. Membayar utangnya atau mewakilkan orang lain membayarnya, menulis wasiat. Memperoleh ridha kedua orang tua. Bertaubat dari dosa. Bersemangat agar nafkahnya dari yang halal bersih dari syubhat. Memperbanyak  bekal. Tidak berdebat tentang apa yang dibelinya untuk haji, baik di negerinya, dalam perjalanan, atau di tanah haram. Memilih teman atau kelompok haji yang membantunya melakukan manasik haji dan akhlaq mulia. Dan bagi teman ibadah haji harus saling bahu membahu dengan saling ridha. Jika tiga atau lebih maka salah satunya harus siap menjadi amir (pemimpin), kemudian yang lainnya mentaatinya. Ia wajib mempelajari hukum-hukum haji. Tidak salah kalau ia membawa buku tentang manasik haji yang menjadi referensi ketika membutuhkan.
Ketika hendak keluar rumah disunnahkan shalat safar dua rakaat kemudian berdoa:
: اللهمّ إليك توجَّهت وبكَ اعتصمت، اللهمّ اكفني ما أهمني وما لم أهتم به، اللهمّ زودني التقوى واغفر لي ذنبي»،
“Ya Allah hanya kepada-Mu aku menghadap, dan hanya dengan-Mu aku berpegang teguh, Ya Allah cukupkan bagiku apa yang telah menjadi keinginanku dan yang belum menjadi perhatianku. Ya Allah tambahkan kepadaku ketaqwaan dan ampunilah dosa-dosaku.”
Kemudian berpamitan dengan keluarga, tetangga, dan para sahabat yang melepasnya dengan doa pelepasan yang ma’tsur dari Nabi:
« أستودع الله دينَك وأمانتك وخواتيم عملك، زوَّدك الله التقوى وغَفر ذنبك ويسَّر لك الخير حيث كنت »
“ Aku titipkan kepada Allah agama, amanah dan penutup semua amalmu, semoga Allah menambahimu ketaqwaan, mengampuni dosa-dosamu, memudahkan bagimu seluruh kebaikan di manapun kamu berada.” HR At Tirmidzi dan Abu Daud
jika sudah keluar rumah membaca doa:
« اللهمّ إني أعوذُ بك أن أضِل أو أُضل، أو أزِل أو أُزل، أو أظلم أو أُظلم، أو أَجهل أو يُجهل عليّ، بسم الله توكلت على الله ولا حول ولا قوة إلّا بالله العليّ العظيم» رواه الأربعة
“ Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tersesat dan disesatkan, terpeleset atau dipelesetkan, tidak tahu atau dibodohi. Dengan nama Allah aku berserah diri kepada Allah. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Agung.” HR empat imam hadits
ketika naik kendaraan berdoa dengan doa safar:
«الحمد لله، سُبحان الذي سَخَّر لنا هذا وما كنا له مُقرنين، وإنّا إلى ربنا لمنقلبون… اللهمّ إنّا نسألك في سفرنا هذا البر والتقوى، ومن العمل ما ترضى، اللهمّ هَوّن علينا سَفرنا هذا، واطوِ عَنَّا بُعدَه، اللهمّ أنت الصاحب في السَّفر، والخليفة في المال والأهل والولد، اللهمّ إنا نعوذ بك من وَعْثاء السفر وكآبة المنظر وسُوء المنقلب»، رواه مسلم
“Segala puji bagi Allah yang telah menundukkan ini kepadaku dan sebelumnya kami tidak menyertainya, dan sesungguhnya hanya kepada Tuhan kami kita semua akan dikembalikan… Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dalam perjalanan ini kebaikan dan ketaqwaan, dan amal perbuatan yang Engkau ridhai. Ya Allah mudahkan atas kami perjalananku ini dan pendekkan untuk kami jarak jauhnya. Ya Allah Engkaulah pendamping dalam perjalanan, dan Pemimpin bagi harta, istri dan anak. Ya Allah sesungguhnya kami berlindung kepadamu dari keletihan perjalanan, keburukan pemandangan, dan buruknya kepulangan.” HR Muslim
Disunnahkan baginya bersikap lunak, berakhlaq mulia, menjauhi perdebatan dan desak-desakan. Menjaga mulut dari segala kekejian. Memperbanyak dzikir, istighfar, tasbih, dan takbir. Menjaga shalat pada waktunya, membawa kompas untuk mengetahui arah kiblat di manapun berada.
B.     Dari Miqat Sampai Memasuki Makkah
Ketika sampai di miqat memulai ihram dengan mandi jika memungkinkan-hukumnya sunnah termasuk kepada wanita haidh dan nifas- kemudian mengenakan kain ihram, shalat ihram dua rakaat-pertama membaca surah Al Kafirun dan rakaat kedua membaca surah Al Ikhlas- kemudian berdoa:
«اللهمّ إني نويت الحج (مُفرداً أو قارِناً أو متمتِّعاً) فيسِّره لي وتقبله مني»،
“ Ya Allah sesungguhnya aku berniat haji (ifrad-qiran-tamattu’) maka mudahkan bagimu dan terimalah dariku”.
Kemudian bertalbiyah dengan kalimat talbiyah yang ma’tsur dari Rasulullah saw. Kemudian menuju ke Mekah, dengan senantiasa menjauhi segala larangan ihram.
Jika perjalanannya menggunakan pesawat udara dan langsung ke Jeddah maka ia harus ihram dari rumahnya, atau dari bandara atau di dalam pesawat. Sebab jika sudah sampai di bandara Jeddah belum ihram, maka ia telah melewati miqat sehingga wajib membayar dam.
Ketika sampai di Mekah, disunnahkan baginya untuk mandi sebelum memasukinya jika memungkinkan, dan segera ke Masjidil Haram, setelah meletakkan perlengkapannya di tempat yang aman, masuk dari Babussalam- pintu Bani Syaibah dengan berdoa:
«أعوذ بالله العظيم، وبوجهه الكريم، وسُلطانه القديم من الشيطان الرجيم، بسم الله اللهمّ صلِّ على محمّد وآله وسلم، اللهمّ اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب رحمتك
Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dan dengan Wajah-Nya Yang Mulia, Kekuasaan-Nya yang terdahulu; dari syetan yang terkutuk. Dengan nama Allah, Ya Allah berikanlah shalawat atas Nabi Muhammad dan keluarganya. Ya Allah ampunilah dosaku dan bukalah pintu-pintu rahmat-Mu.”
Jika pandangan mata sudah melihat Ka’bah, dengan berdoa:
«اللهمّ زد هذا البيت تَشريفاً وتعظيماً وتكريماً ومهابة، وزد من شرَّفه وكرَّمه ممَّن حجهُ أو اعتمره تَشريفاً وتكريماً وتعظيماً وبراً…». «اللهمّ أنت السلام ومنك السلام فَحيِّنا ربنا بالسَّلام»
Ya Allah tambahkan kepada rumah ini kemuliaan, keagungan, kemuliaan, dan kewibawaan. Tambahkan kepada siapapun yang menghormati dan memuliakannya-setiap orang yang haji atau umarah- dengan kemuliaan, kehormatan, keagungan dan kebaikan…” Ya Allah, Engkau Yang Maha Selamat, dari-Mu keselamatan maka hidupkan kamu dengan selamat”.
Kemudian menuju ke hajar aswad, menciumnya jika mampu, dan jika tidak mampu dilakukan dengan isyarat pakai tangan kemudian segera memulai thawaf, tanpa shalat tahiyyat masjid, karena tahiyyat Masjidil Haram adalah thawaf. Jika sudah selesai thawaf shalat dua rakaat, kemudian minum air zamzam dengan harapan kesembuhan dan melepas dahaga dengannya.
Jika hajinya ifrad atau qiran maka thawaf itu adalah thawaf qudum, tanpa sa’i. akan tetapi jika ia sa’i maka sa’inya dianggap sa’i haji. Sehingga ia tidak wajib mengulanginya setelah thawaf ifadhah. Jika hajinya tamattu’ maka thawaf itu adalah thawaf umrah. Setelah thawaf ia harus sa’i dari Shafa ke Marwah kemudian tahallul dengan menggunting atau mencukur rambut, maka selesailah manasik umrah. Ia tahallul dari ihram dan mengenakan baju biasa, pada saat yang haji ifrad atau qiran masih mengenakan pakaian ihram.
C.    Dari Hari Tarwiyah Sampai Hari Nahr
Ketika datang hari Tarwiyah yaitu hari ke delapan bulan Dzulhijjah, maka yang haji tamattu’ harus memulai ihram haji dari tempat pemondokan masing-masing. Melakukan seperti  yang dilakukan pada miqat pertamanya dahulu. Kemudian semuanya menuju ke Mina, shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan subuh di Mina, mabit di Mina untuk bersiap-siap ke Arafah.
Ketika datang hari ke sembilan Dzulhijjah yaitu hari Arafah jamaah haji keluar meninggalkan Mina menuju ke Arafah setelah matahari terbit dengan bertakbir, bertahlil, dan bertalbiyah sehingga sampai di Namirah, yang termasuk batas Arafah. Manadi jika memungkinkan kemudian masuk ke Arafah setelah zawal (matahari bergeser ke Barat, Zhuhur) yaitu awal wukuf. Dan terus wukuf di Arafah dengan berdoa, bertakbir, talbiyah, tilawah Al Qur’an, shalat Zhuhur dan Ashar dengan satu adzan dan dua qamat, mendengarkan khutbah imam, sehingga matahari terbenam, kemudian berangkat ke Muzdalifah dengan tenang disertai talbiyah dan dzikir, shalat Maghrib dan Isya’ dengan qashr dengan satu adzan dan dua qamat tanpa ada shalat sunnah di antara keduanya. Lalu mabit di Muzdalifah shalat subuh di sana, kemudian menuju ke Masy’aril Haram wukuf di sana, berdoa sehingga datang pagi sebelum matahari terbit bergerak ke Mina dengan disertai talbiyah dan takbir.
D.    Dari Hari Nahr Sampai Akhir Manasik
Hari nahr adalah hari ke sepuluh bulan Dzulhijjah, sunnahnya pada hari itu adalah melakukan kegiatan ini secara berurutan, yaitu: melontar jumrah, menyembelih hewan, mencukur rambut, thawaf di Ka’bah. Jika mendahulukan atau mengakhirkan sebagian kegiatan ini tidak apa-apa. Maka jika melontar, menyembelih hewan dan mencukur rambut, ia telah tahallul dari ihramnya dan telah halal baginya segala sesuatu kecuali hubungan suami istri. Inilah tahallul pertama. Jika sudah thawaf ifadhah maka halal baginya segala sesuatu termasuk hubungan suami istri. Inilah tahallul kedua. Hal ini jika telah sa’i setelah thawaf qudum, dan jika belum sa’i maka ia wajib sa’i setelah thawaf ifadhahnya. Dan tahallul kedua tidak boleh dilakukan sebelum menyelesaikan hal ini.
Kemudian mabit di Mina pada malam-malam hari tasyriq, setiap hari melontar ketiga jumrah. Jika ingin bersegera dalam dua hari tasyriq –11 dan 12 Dzulhijjah- setelah melontar jumrah segera berangkat ke Mekah, dan jika menunda sampai hari ke tiga belas Dzulhijjah setelah melontar jumrah berangkat ke Mekah. Dengan demikian manasik haji telah usai ditunaikan. Jika haji ifrad disunnahkan baginya melekukkan umrah, dengan berangkat ke tan’im, berihram untuk umrah, thawaf dan sa’i, mencukur atau menggunting rambut, kemudian disunnahkan untuk segera kembali ke negerinya masing-masing. Dan ketika sudah berniat meninggalkan Mekah, disunnahkan melakukan thawaf wada’ tanpa sa’i, shalat dua rakaat, kemudian berdoa sesuka hatinya. Disunnahkan pula mengunjungi masjid Nabawi di Madinah, jika belum mengunjunginya.
Dari Said bin Musayyib dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidak ditekankan rihlah (kunjungan) kecuali kepada tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini dan Masjidil Aqsha”. (HR Asy Syaikhani dan Abu Daud)
Dari Jabir RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Shalat di masjidku ini seribu kali lebih utama daripada shalat di masjid lainnya, kecuali Masjidil Haram. Dan shalat di Masjidil Haram seratus ribu kali lipat lebih utama daripada masjid lainnya”. (HR Ahmad dengan sanad shahih)
Dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang shalat empat puluh kali shalat, tidak ketinggalan satu shalat pun, maka orang itu di catatan bebas dari neraka, bebas dari azab dan bebas dari sifat munafik.” (HR Ahmad dan At Thabrani dengan sanad shahih)
Dari itulah disunnahkan bagi setiap muslim untuk berziarah ke Madinah Al Munawwarah dengan niat mengunjungi masjid Nabawi, dan shalat di dalamnya, serta dengan niat mengunjungi makam Nabi SAW serta dua sahabatnya Abu Bakar dan Umar RA. Ziarah ini menjadi sangat disunnahkan sebelum atau sesudah menunaikan manasik haji.
Jika sudah sampai di Al Madinah Al Munawwarah disunnahkan mandi dan memakai wewangian, mengenakan pakaian yang paling baik, kemudian menuju ke masjid Nabawi masuk dengan kaki kanan dengan berdoa:
« أعوذ بالله العظيم، وبوجهه الكريم، وبسلطانه القديم من الشيطان الرجيم. بسم الله. اللهمّ صلِّ على محمَّد وآله وسلم. اللهمّ اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب رحمتك »
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dengan wajah-Nya yang Mulia, dengan Kekuasaan-Nya yang terdahulu dari syetan yang terkutuk. Dengan nama Allah. Ya Allah berikanlah shalawat atas Nabi Muhammad dan keluarganya. Ya Allah ampunilah dosaku dan bukalah untukku pintu rahmat-Mu.”
Kemudian datang ke Raudhah yaitu antara rumah Nabi dengan mimbarnya. Rasulullah SAW pernah menyebutnya Raudhah min Riyadhil Jannah seperti yang diriwayatkan Al Bukhari. Lalu shalat di sana dua rakaat tahiyyatal masjid, jika tidak mampu shalat di tempat manapun, kemudian menuju ke makamnya yang mulia, menghadapnya dengan memungkiri kiblat, memberi salam kepada Nabi, memujinya dengan sepatutnya,[1] kemudian memberi salam kepada Abu Bakar, kemudian kepada Umar, kemudian menghadap kiblat dan berdoa untuk diri dan kaum muslimin dengan yang ia sukai, kemudian pergi.
Dilarang mengusap-usap ruangan, mencium tembik bangunan rumah Nabi, berteriak-teriak, memegangi tali. Sebagaimana larangan thawaf di makam Nabi. Disunnahkan pula mengunjungi syuhada Madinah yang diketahui kuburnya, syuhada Uhud, mengunjungi masjid Quba dan shalat di dalamnya. Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian datang ke masjid Quba’ lalu shalat di dalamnya sekali shalat, maka itu seperti orang yang mengerjakan satu kali umrah.” (HR Ahmad, An Nasa’i, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dan mengatakan: sanadnya shahih)

Umrah


A. Ta’rif Dan Syar’inya
Umrah artinya berziarah, dan yang dimaksudkan di sini adalah mengunjungi Ka’bah untuk menunaikan manasik tertentu. Rasulullah SAW bersabda:
“Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji”. (HR Ahmad dan Ibnu Majah)
Artinya pahala umrah Ramadhan sama dengan pahala haji yang tidak wajib, akan tetapi tidak berarti menggugurkan kewajiban haji wajib.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Umrah satu ke umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antaranya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (HR Asy Syaikhani dan Ahmad)
Jumhur ulama memperbolehkan pengulangan umrah dalam satu tahun sesuka hati seseorang. Tetapi Imam Malik menganggap makruh orang yang berumrah setahun lebih dari sekali.
Rasulullah SAW berumrah empat kali, yaitu: umrah Hudaibiyah, umrah qadha, umrah Ji’ranah dan umrah bersama haji wada’. (HR Ahmad dan Abu Daud)
B. Hukumnya
Hukum umrah adalah sunnah muakkadah menurut mazhab Hanafi dan Maliki,[1] merujuk kepada hadits Jabir bahwasanya Nabi Muhammad SAW ditanya tentang umrah apakah ia wajib? Nabi menjawab: Tidak, tetapi jika kamu umrah itu lebih baik. (HR Ahmad dan At Tirmidzi dan mengatakan hadits hasan shahih)
C. Waktunya
Diperbolehkan melaksanakan umrah sepanjang tahun, kecuali hari Arafah, hari nahr, dan hari tasyriq. Tetapi jika telah menyelesaikan manasik haji pada dua hari tasyriq maka diperbolehkan umrah pada hari itu, namun yang utama menunda umrah sampai selesai tasyriq. Aisyah RA berumrah setelah haji pada bulan Dzulhijjah.
D. Miqatnya
Bagi orang yang tinggal di luar miqat makaniy haji, maka miqat makaniy umrahnya adalah miqat haji itu sendiri. Sedangkan bagi orang yang berada dalam miqat maka miqatnya adalah tempat tinggalnya itu, karena hadits Rasulullah SAW:
“Sehingga penduduk Mekah dari Mekah…” (Muttafaq alaih). Dan Aisyah RA berihram untuk umrah dari Tan’im, seperti perintah Rasulullah SAW (Muttafaq alaih).
E. Rukun Dan Wajibnya
Rukun umrah adalah: ihram, thawaf, sa’i menurut Malikiyah dan Hanabilah, Syafi’iyah menambahkan cukur atau gunting rambut dan berurutan. Sedangkan wajib dan sunnahnya serta hokum-hukum lainnya seperti hokum haji.

Al Udh-hiyah / Hewan Qurban


Ilustrasi - Kambing Qurban (Getty Images)
A. Ta’rif Dan Waktunya
Al Udh-hiyah adalah semua jenis hewan ternak yang disembelih dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Waktunya pada hari nahr – tanggal sepuluh Dzulhijjah – setelah shalat Id sehingga terbenam matahari hari tasyriq terakhir. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
“Barang siapa yang shalat seperti shalatku ini, menyembelih seperti sembelihanku ini, maka benar sembelihannya, dan barang siapa yang menyembelih sebelum shalat maka itu adalah kambing untuk daging (lauk biasa)”. (HR Al Bukhari)
Juga karena firman Allah:
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. (QS. Al Kautsar: 2)
B. Hukumnya
Hukumnya adalah sunnah muakkad menurut jumhur ulama bagi yang mampu dan tidak sedang menunaikan haji. Karena sunnahnya orang yang haji adalah al hadyu, keduanya juga berbeda tempat pemotongannya, alhadyu harus dipotong di tanah haram, sedang udh-hiyah tidak disyaratkan di tanah haram.
Dalil sunnahnya adalah sabda Rasulullah SAW:
“Jika sudah masuk sepuluh Dzulhijjah, dan salah seorang di antaramu hendak berkurban maka janganlah mengambil bulu dan kelutnya sedikit pun. (HR Muslim)
Ungkapan “   «أراد hendak” menunjukkan sunnah bukan wajib.
Hukum-hukum lain tentang udh-hiyah dari hewan yang diperbolehkan dan syarat-syaratnya dan lain-lainnya tidak berbeda dengan hukum-hukum hewan al hadyu.
Walhamdulillah.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/ Selengkapnya...