Firman Allah: Al Baqarah: 195-203
بسم الله الرحمن الرحيم
{ وأَتِمُّوا الحَجَّ والعُمْرَةَ للَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الهَدْيِ وَلَا تَحْلِقُوا رُؤوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أو بِهِ أذًى مِن رأَسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أوْ صَدَقَةٍ أو نُسُكٍ فَإذَا أَمِنتُم فَمَن تَمَتَّعَ بِالعُمْرَةِ إِلَى الحَجِّ فَمَا استَيْسَرَ مِنَ الهَدْي فَمَن لم يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أيَّامٍ في الحَجِّ وسَبْعَةٍ إذَا رَجَعْتُم تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لم يَكُن أهْلُهُ حَاضِرِي المَسْجِدِ الحَرَامِ واتَّقُوا اللَّهَ واعْلَمُوا أنَّ اللَّهَ شَدِيدُ العِقَابِ * الحَجُّ أشْهُرٌ معلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وتَزَوَّدُوا فَإنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى واتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَابِ * لَيْسَ عَلَيْكُم جُنَاحٌ أن تَبتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُم فَإذَا أفَضْتُم مِّنْ عَرَفاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِندَ المَشْعَرِ الحَرَامِ واذْكُرُوهُ كما هَدَاكُم وإن كُنتمُ من قَبْله لِمَنَ الضَّالِّينَ * ثُمَّ أَفِيضُوا مِن حَيْثُ أفَاضَ النَّاسُ واسْتَغفِرُوا اللَّهَ إنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيم * فَإذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّه كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُم أو أشَدَّ ذِكْراً فَمِنَ النَّاسِ من يَقُولُ رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا ومَا لَهُ في الآخِرَةِ مِن خَلاق * وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنةً وفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وقِنَا عَذَابَ النَّارِ * أُوْلَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا واللَّهُ سَرِيعُ الحِسَابِ * واذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ معْدُودَاتٍ فَمَن تَعَجَّلَ في يَومَيْنِ فَلَا إثْمَ عَلَيْهِ وَمَن تَأخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى واتَّقُوا اللَّهَ واعْلَمُوا أنَّكُم إِلَيْهِ تُحْشَرُون }. من سورة البقرة الآيات 196 – 203.
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,’ dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.’ Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertaqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 196-203).Syarah Mufradat
Arti | Mufradat |
|
|
1. Seputar Manasik Haji
Firman Allah: Al Hajj: 24-37
بسم الله الرحمن الرحيم
{ إنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا ويَصُدُّونَ عَن سَبِيل اللَّهِ والمَسْجِدِ الحَرَامِ الذي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً العَاكِفُ فِيهِ والبَادِ ومَن يُرِدْ فِيهِ بإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ * وإِذْ بَوَّأْنَا لإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ البَيْتِ أن لا تُشْرِكْ بِي شَيئاً وطَهِّرْ بَيْتِي لِلطَّائِفِينَ والقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ * وأَذِّن فِي النَّاسِ بِالحَجِّ يَأتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ، لِّيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ ويَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى ما رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْها وأَطْعِمُوا البَائسَ الفَقِيرَ * ثُمَّ ليَقْضُوا تَفَثَهُمْ ولْيُوفُوا نُذُورَهُمْ ولْيَطَّوَّفُوا بِالبَيْتِ العَتِيقِ * ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيرٌ لَّهُ عِندَ رَبِّهِ وأُحِلَّتْ لَكُمُ الأَنْعَامُ إلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ واجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ، حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأنَّما خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ * ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّم شَعَائر اللَّهِ فَإنَّها مِن تَقْوَى القُلُوبِ * لَكُم فِيهَا مَنَافِعُ إلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إلى البَيْتِ العَتِيقِ، ولِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنَسكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الأَنْعَامِ فإلهُكُم إلهٌ واحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ المُخبِتينَ * الَّذِينَ إذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ والصَّابِرِينَ عَلَى مَا أصَابَهُم والمُقِيمي الصَّلاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُم يُنفِقُونَ * والبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم من شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُم فِيهَا خَيرٌ فاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وأَطْعِمُوا القَانِعَ والمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرنَاها لَكُم لَعَلَّكُم تَشْكُرُون * لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُها ولَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُم كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُم لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ المُحْسِنِينَ}.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih. Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku` dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Bagi kamu pada binatang-binatang hadyu, itu ada beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah). Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” Syarhul mufradat
Arti | Mufradat |
|
|
2. Kewajiban Haji
Firman Allah: Ali Imran: 96-97
بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ ﴿٩٦﴾ فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ﴿٩٧﴾
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Ali Imran: 96-97)Penjelasan Mufradat:
Arti | Mufradat |
|
|
3. Miqat
Firman Allah: Al Baqarah: 189
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٨٩﴾
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertaqwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Al Baqarah: 189).Penjelasan Mufradat:
Arti | Mufradat |
1. Bentuk jama’ dari kata Hilal, yaitu bulan yang terbit pada tiga malam pertama setiap bulan. Kaum muslim menanyakan tentang bulan yang berubah, lalu dijawab bahwa hal itu untuk batas waktu ibadah dan pekerjaan manusia. | 1. الأهِلَّة |
4. Sa’i
Firman Allah: Al-Baqarah: 158
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ ﴿١٥٨﴾
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah: 158).Penjelasan Mufradat:
Arti | Mufradat |
1. Tidak berdosa, hal ini karena kaum muslimin keberatan melaksanakan sa’i dari Safa ke Marwa yang juga mereka lakukan di masa jahiliyah. Maka Allah menjelaskan bahwa sa’i adalah termasuk sya’airillah. Bangsa Arab melakukan ini sejak Nabi Ibrahim, hanya saja mereka meletakkan berhala di Shafa dan Marwa. Ketika berhala itu dibersihkan di zaman Islam maka tidak ada lagi keberatan untuk menghidupkan sya’airillah dengan sa’i. | 1. فلا جُناح |
5. Haji Dalam Sunnah
Pada pasal ini akan diterangkan haji yang dilakukan oleh Rasulullah saw. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah RA. yang saat itu menuntun kendaraan Nabi saw. Peristiwa ini juga diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud dengan lafazh berikut ini. Bukhari, Nasa’i, dan Tirmidzi meriwayatkan sebagiannya. Haji Rasulullah saw. ini dinamakan Haji Wada’ satu-satunya haji yang dilakukan Rasulullah saw.
Adapun riwayat-riwayat lain dalam sunnah yang terkait dengan haji sebagian besarnya berkisar tentang hukum-hukum haji dan manasik haji.
6. Hadits tentang Haji Wada’
Dari Jabir bin Abdillah RA berkata:
Bahwa Rasulullah saw. selama sembilan tahun menetap (di Madinah) belum melaksanakan haji. Kemudian diumumkan kepada kaum muslimin pada tahun ke sepuluh bahwa Rasulullah saw. akan menunaikan haji. Maka berdatanganlah kaum muslimin ke Madinah untuk bermakmum dengan Rasulullah saw, mengerjakan seperti yang beliau kerjakan. Lalu kami berangkat bersamanya hingga di Dzilkhulaifah [1] Asma’ binti Umais [2]melahirkan Muhammad bin Abu Bakar. Kemudian ia mengutus seseorang menghadap Nabi, menanyakan tentang, “Apa yang harus saya lakukan?” Nabi menjawab, “Hendaklah ia mandi dan memakai kain pembalut (untuk mencegah aliran darah) dan berniatlah ihram.” Kemudian Rasulullah swa. shalat [3] di masjid kemudian mengendarai al-Qashwa’[4] dan ketika sudah tegak untanya di al-Baida [5] aku memandang sejauh pandanganku terhampar para pengendara dan pejalan kaki, di sebelah kanannya seperti itu, sebelah kirinya juga di belakangnya. Dan Rasulullah saw. ada di hadapanku, saat itulah turun Al-Qur’an, Rasulullah mengetahui ta’wilnya. Dan apapun yang beliau amalkan kami melakukannya. Rasulullah mengeraskan talbiyah,
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَة لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ
Dan kaum muslimin bertalbiyah dengan talbiyah itu. Dan Rasulullah terus menerus bertalbiyah. Jabir berkata, “Kami tidak berniat kecuali untuk haji, kami tidak mengetahui umrah[6], sehingga ketika kami bersama Rasulullah saw. sampai di Baitullah, ia mencium Hajar Aswad, kemudian berjalan cepat tiga putaran dan berjalan biasa empat putaran. Kemudian Beliau menuju ke maqam Ibrahim, dan membacaوَاتَّخَذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصلَّى
“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat.” Rasulullah menjadikan maqam Ibrahim ada di antaranya dan Baitullah, Rasulullah membaca dalam dua rakaat itu
قُلْ هُوَ الله أَحَدٌ
Dan قُلْ يَا أيُّها الكَافِرُوْنَ
Kemudian beliau kembali ke Hajar Aswad, menciumnya kemudian keluar menuju ke bukit Shafa. Ketika sudah dekat dengan bukti shafa ia membaca,إنَّ الصَّفاَ وَالمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ
Mulailah sebagaimana Allah memulainya, lalu Ia memulai dari Shafa, naik ke atas bukit hingga bisa melihat Ka’bah, Ia menghadap kiblat bertauhid dan bertakbir, lalu membaca,لاَ إلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ، ونَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Maha Esa Allah, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kekuasaan, dan milik-Nya pula segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Maha Esa Allah, meluluskan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan menghancurkan pasukan musuh sendirian”. Kemudian berdoa di antaranya, ia membacanya tiga kali. Kemudian turun menuju ke Marwa, sehingga ketika kakinya menginjak lembah ia berjalan cepat, lalu ketika tanjakan naik ia jalan biasa sehingga sampai di Marwa. Ia melakukan di Marwa sebagaimana ia melakukan di Shafa. Sampai ketika usai berkeliling Marwa, Nabi bersabda, “Jika aku sudah memulai urusanku, aku tidak kembali ke belakang, aku tidak membawa hewan dam, maka aku jadikannya umrah. Maka barangsiapa di antara kalian tidak membawa hewan dam hendaklah tahallul dan menjadikannya umrah. Lalu Suraqah bin Malik berdiri dan bertanya, “Ya Rasulullah, hal ini berlaku untuk tahun ini saja atau untuk selamanya?” Lalu Rasulullah saw. menggabungkan jemari kedua tangannya dan bersabda, “ Umrah dapat masuk ke dalam haji,” dua kali ia katakan. Tidak hanya tahun ini tetapi untuk selama-lamanya. Ali bin Abi Thalib RA. saat itu baru tiba dari Yaman dengan beberapa ekor unta milik Rasulullah saw. Ia mendapati Fatimah RA. termasuk yang telah tahallul, dan mengenakan pakaian yang beraroma wewangian serta memakai sipat mata. Ali RA. tidak menerima sikap Fatimah ini, lalu Fatimah berkata, “Sesungguhnya ayahku yang menyuruhku mengenakannya. Maka Ali RA. berkata dengan logat Irak, lalu mendatangi Rasulullah saw. mengadukan apa yang dilakukan oleh Fatimah, meminta fatwa kepada tentang apa yang dilakukan Fatimah. Lalu aku sampaikan kepadanya bahwa aku tidak bisa menerima sikap Fatimah (yang memakai wewangian). Lalu Nabi menjawab, “Fatimah benar, Fatimah benar. Apa yang kamu ucapkan ketika aku berniat haji? Ali menjawab, “Aku berkata, ‘Ya Allah sesungguhnya aku berihram sebagaimana ihram Rasul-Mu. Nabi bersabda, “Sesungguhnya aku memiliki hewan dam, maka kamu jangan tahallul.” Kata Jabir, “Hewan dam yang dibawa Nabi sejumlah seratus ekor hewan. Maka kaum muslimin ber-tahallul semua dengan memotong rambutnya kecuali Nabi dan orang-orang yang membawa hewan dam. Kemudian ketika tiba hari tarwiyah mereka menuju ke Mina dengan ihram haji, dan Rasulullah saw. menaiki kendaraan, melaksanakan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh, kemudian diam sejenak sehingga terbit matahari, dan menyuruh membuat kemah di Namirah lalu Ia menuju ke sana. Suku Quraisy yakin bahwa Nabi akan wukuf di Masy’aril Haram, sebagaimana yang biasa dilakukan suku Quraisy di masa jahiliyah. Rasulullah saw. melintasinya sehingga sampai di Arafah, dan melihat tendanya telah dibuat di Namirah. Rasulullah ada di sana sehingga matahari bergeser. Rasulullah menyuruh unta Qashwa’-nya disiapkan, kemudian beliau pergi ke lembah Arafah menyampaikan khutbahnya,
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian adalah haram sebagaimana keharaman hari ini, bulan ini, dan di negeri ini. Ingatlah sesungguhnya segala urusan jahiliyah telah gugur di bawah kakiku, darah di masa jahiliyah juga telah gugur. Dan sesungguhnya darah pertama yang gugur adalah darah Ibnu Rabi’ah bin Al Harits, yang pernah menyusu di Bani Sa’d lalu dibunuh oleh Hudzail. Riba jahiliyah juga gugur, dan yang pertama gugur adalah riba Abbas bin Abdil Muththalib, maka semuanya telah gugur. Bertaqwalah kepada Allah tentang wanita, karena sesungguhnya kalian mengambilnya dengan amanah Allah, kamu menghalalkannya dengan kalimat Allah, kalian memiliki hak atas mereka agar tidak memasukkan siapa pun yang tidak kau sukai ke dalam rumahmu, dan jika mereka melakukannya maka pukullah ia dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Dan kamu berkewajiban atas mereka itu rezkinya dan pakaiannya dengan layak. Dan sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu yang jika kamu berpegang dengannya tidak akan sesat selamanya: Kitabullah. Dan kalian telah bertanya tentang aku, maka apa yang kalian katakan? Mereka menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah sampaikan, telah kau tunaikan, dan telah kau beri nasihat.” Kemudian Ia angkat telunjuknya ke langit, dan dibalikkan kepada kaum muslimin, “Ya Allah, saksikanlah.” 3x
Kemudian dikumandangkan adzan, lalu qamat lalu shalat Zhuhur. Setelah itu qamat dan shalat Ashar. Di antara kedua shalat itu Nabi tidak melakukan apa-apa. Kemudian Rasulullah naik kendaraannya sehingga sampai di tempat wukuf. Perut unta Qashwanya menyentuh batu. Rombongan pejalan kaki ada di sekitarnya menghadap kiblat dan terus wukuf di sana sehingga matahari terbenam sampai hilang rona kuning. Usamah menyusul di belakangnya. Rasulullah saw. turun di Muzdalifah dengan mengekang kendali Qashwa, sehingga kepala qashwa menyentuh kakinya, dan telunjuk kanannya mengingatkan, “ Wahai manusia! Tenang, tenang. Setiap kali melintasi bukit ia istirahat sejenak sebelum mendakinya, sehingga sampai di Muzdalifah. Kemudian beliau shalat Maghrib dan Isya’ dengan satu adzan dan dua qamat, dan tidak bertasbih sedikit pun di antara keduanya.
Kemudian Rasulullah saw. berbaring sejenak sehingga terbit fajar, melaksanakan shalat Subuh ketika datang waktunya dengan adzan dan qamat, kemudian ia mengendarai qashwa, ketika sampai di Masy’aril Haram, ia menghadap kiblat, berdoa, bertakbir, bertahlil, dan bertauhid. Beliau terus wukuf sehingga terang cahayanya sebelum terbit. Kemudian berangkat sebelum matahari terbit. Al Fadhl bin Abbas menyertainya. Seorang yang berambut indah berkulit putih bersih. Ketika Rasulullah saw. berjalan rombongan wanita melintasinya, spontan Fadhl melihatnya. Rasulullah segera menutupkan tangannya di wajah Fadhl, lalu Fadhl memalingkan wajahnya melihat ke sisi lain. Lalu Rasulullah meletakkan tangannya ke sisi wajah Al Fadhl yang lain, memalingkan wajahnya ke sisi lain, sehingga sampai di Bathnu Muhassir (terletak sebelum Mina, merupakan tempat datangnya murka Allah kepada tentara Abrahah), bergerak sebentar lalu melintasi jalan tengah yang keluar di Jumrah Kubra. Sesampai di Jumrah, di dekat pohon Rasulullah saw. melontarnya dengan tujuh batu, bertakbir setiap melontar. Beliau melontar dari dalik lembah. Kemudian berangkat ke tempat penyembelihan kurban, lalu menyembelih sendiri enam puluh tiga ekor. Kemudian ia serahkan pisau kepada Ali bin Abi Thalib meneruskan penyembelihan berikutnya dengan menyertakan hewan hadyu (dam hajinya). Kemudian beliau memerintahkan untuk mengambil sebagian daging unta, diletakkan di qidr (panci) dimasak dan Rasulullah makan daging dan minum kuahnya.
Kemudian menaiki kendaraannya sehingga sampai di Ka’bah, shalat Zhuhur di Mekah. Mendatangi Bani Abdil Muththalib yang sedang berada di sekitar zamzam. Rasulullah bersabda, “Ambillah dengan timba, dan tariklah talinya. Kalau tidak khawatir akan dianggap sebagai manasik haji, tentu aku akan menarik bersamamu, wahai Bani Abdil Muththalib. Bani Abdil Muththalib memberikan timba kepada Nabi, lalu minum darinya”.
Fiqih Haji (Bagian ke-2): Hukum, Fadhilah, dan Syarat Wajib Haji
Allah SWT berfirman:
Haji berarti menuju ke Mekah untuk menunaikan manasik. Ia merupakan salah satu rukun Islam yang lima, seperti yang ada dalam hadits masyhur. Termasuk dari kewajiban agama yang diterima dengan bulat. Maka kafirlah orang yang mengingkarinya, dianggap murtad dari Islam. Menurut pendapat jumhurul ulama; haji diwajibkan pada tahun ke enam hijriyah.
1. Hukum Haji
Haji adalah kewajiban setiap muslim seumur hidup sekali, selebihnya adalah sunnah. Kewajibannya ditetapkan dengan ayat Al Qur’an, seperti pada ayat di atas dan ayat-ayat lainnya. Ditetapkan juga dengan beberapa hadits Nabi. Kewajiban seumur hidup sekali itu sesuai dengan hadits Abu Hurairah, yang berkata:
Rasulullah SAW berkhutbah di hadapan kami: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka laksanakanlah haji!” ada seseorang yang bertanya: “Apakah setiap tahun?” Rasulullah dian tidak menjawab sehingga orang itu mengulanginya yang ketiga kali. Lalu Nabi menjawab: Kalau aku katakana YA maka tentu akan wajib dan kalian semua tidak akan mampu…” (HR Al Bukhari dan Muslim)
Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dan jumhurul ulama berpendapat bahwa kewajiban haji itu adalah kewajiban yang seketika harus dilaksanakan, artinya seorang mukmin yang memenuhi syarat mampu, maka saat itu ia wajib melaksanakan. Dan jika menundanya ia berdosa.
As Syafi’i berpendapat bahwa haji itu kewajiban yang longgar. Maka orang yang menundanya padahal ia mampu ia tidak berdosa, selama ia laksanakan sebelum wafat. Sedangkan jika wafat telah mendahuluinya sebelum haji, maka ia berdosa jika sudah mampu. Seperti juga yang dikatakan Imam Al Ghazali dalam Ihya’
2. Fadhilah Haji
Ada beberapa hadits yang menyebutkan keutamaannya. Antara lain:
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw pernah ditanya: Amal apakah yang paling utama? Jawab Nabi: Iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ditanya lagi: Lalu apa? Jawab Nabi: Jihad fi sabilillah. Ditanya lagi: Lalu apa? Jawab Nabi: Haji mabrur. (Muttafaq alaih)
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang menunaikan haji, tidak rafats dan tidak berbuat fasik, maka ia akan kembali sebagaimana hari dilahirkan dari rahim ibunya” (Muttafaq alaih). Rafats berarti ucapan nista, ada pula yang memaknainya: hubungan suami istri.
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw bersabda: Umrah satu ke Umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga. (HR Asy Syaikhani)
3. Syarat Wajib Haji
Syarat wajib haji adalah :
Mereka juga berdalil kepada istri-istri Nabi yang menunaikan haji atas izin Umar, pada haji terakhir mereka, yang disertai oleh Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.
Disunnahkan bagi wanita untuk meminta izin suaminya dalam menunaikan haji fardhu, dan suami berkewajiban memberikan izin. Dan jika suami tidak mengizinkan maka ia boleh berangkat tanpa seizinnya. Karena haji fardhu adalah wajib, dan tidak boleh mentaati makhluk untuk mendurhakai Al Khaliq. Sedangkan untuk haji sunnah, maka istri tidak boleh berangkat tanpa izin suaminya. (dan menurut Syafi’iyyah: istri tidak boleh berangkat tanpa izin suami walaupun untuk haji fardhu. Karena hak suami adalah hak seketika sedang ibadah haji bisa ditunda).
Para ulama telah sepakat bahwa jika seorang wanita menunaikan haji tanpa mahram tetap sah hajinya, meski mereka berbeda pendapat apakah berdosa atau tidak? Sebagaimana mereka bersepakat bahwa orang yang tidak mampu, lalu menunaikan haji maka sah hajinya, dan anak-anak ketika haji sah hajinya. Tetapi apakah telah menggugurkan haji fardhunya setelah baligh?
1. Menghajikan orang yang sudah mati
Barang siapa yang mati dalam keadaan utang kewajiban haji, maka walinya berkewajiban untuk memberangkatkan orang menunaikan haji dengan harta mayit itu, seperti dalam hadits Ibnu Abbas: bahwasanya wanita Juhainah datang menghadap Nabi dan bertanya:
“Sesungguhnya ibuku pernah bernadzar menunaikan haji, dan belum haji hingga mati, apakah aku menghajikannya? Jawab Nabi: Ya, hajilah untuknya. Bagaimana pendapatmu jika ibumu berutang? Kamukah yang melunasinya? Tunaikan kewajibannya kepada Allah, karena Allah lebih diutamakan untuk dipenuhi.” (HR Al Bukhari)
2. Menghajikan orang lain
Jika seorang muslim tidak mampu menunaikan haji karena faktor usia atau sakit, maka orang yang berkewajiban haji itu harus memberangkatkan orang lain untuk menghajikan dirinya, seperti dalam hadits Al Fadhl ibnu Abbas RA:
“Bahwasanya seorang wanita dari Khats’am berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya ada kewajiban haji bagi ayahku, tetapi ia sudah renta yang tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku menghajikannya? Jawab Nabi: Ya. Dan itu terjadi dalam haji wada’.” (HR. Al Jama’ah).
At Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan dan shahih. Dan jika orang yang sakit tadi sembuh setelah ditunaikan hajinya, menurut jumhurul ulama ia wajib mengulangnya. Sedang menurut Imam Ahmad tidak wajib mengulangnya.
3. Syarat Menghajikan orang lain
Syarat menghajikan orang lain yang masih hidup atau sudah mati adalah bahwa orang yang menghajikan itu telah menunaikan haji sebelumnya untuk dirinya sendiri. Seperti dalam hadits Ibnu Abbas:
“Bahwasanya Rasulullah SAW mendengar seseorang yang mengucapkan: Labbaika an Syubrumah. Nabi bertanya: Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri? Orang itu menjawab: belum. Nabi bersabda: Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian untuk Syubrumah.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).
4. Haji dengan uang haram
Menurut Jumhurul ulama hajinya sah tapi ia berdosa. Sedang menurut Imam Ahmad tidak sah hajinya, dan tidak menggugurkan kewajibannya.
5. Berdagang sambil haji
Diperbolehkan sambil berdagang ketika menunaikan ibadah haji, seperti dalam firman Allah SWT:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (QS. Al Baqarah: 198), dan para sahabat pernah melakukannya.
Namun yang utama fokus untuk haji saja.
: { إنَّ أوَّلَ بيتٍ وُضع للناسِ لَلَّذي ببكَّةَ مباركاً وهُدى للعالمين، فيه آياتٌ بيناتٌ مقامُ إبراهيمَ ومَن دخله كان آمناً، ولِلَّه على النَّاس حِجُّ البيتِ من استَطاعَ إليه سَبيلاً ومن كَفرَ فإنّ الله غَني عن العالَمين } [آل عمران: 97].
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali ‘Imran: 97)Haji berarti menuju ke Mekah untuk menunaikan manasik. Ia merupakan salah satu rukun Islam yang lima, seperti yang ada dalam hadits masyhur. Termasuk dari kewajiban agama yang diterima dengan bulat. Maka kafirlah orang yang mengingkarinya, dianggap murtad dari Islam. Menurut pendapat jumhurul ulama; haji diwajibkan pada tahun ke enam hijriyah.
1. Hukum Haji
Haji adalah kewajiban setiap muslim seumur hidup sekali, selebihnya adalah sunnah. Kewajibannya ditetapkan dengan ayat Al Qur’an, seperti pada ayat di atas dan ayat-ayat lainnya. Ditetapkan juga dengan beberapa hadits Nabi. Kewajiban seumur hidup sekali itu sesuai dengan hadits Abu Hurairah, yang berkata:
Rasulullah SAW berkhutbah di hadapan kami: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka laksanakanlah haji!” ada seseorang yang bertanya: “Apakah setiap tahun?” Rasulullah dian tidak menjawab sehingga orang itu mengulanginya yang ketiga kali. Lalu Nabi menjawab: Kalau aku katakana YA maka tentu akan wajib dan kalian semua tidak akan mampu…” (HR Al Bukhari dan Muslim)
Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dan jumhurul ulama berpendapat bahwa kewajiban haji itu adalah kewajiban yang seketika harus dilaksanakan, artinya seorang mukmin yang memenuhi syarat mampu, maka saat itu ia wajib melaksanakan. Dan jika menundanya ia berdosa.
As Syafi’i berpendapat bahwa haji itu kewajiban yang longgar. Maka orang yang menundanya padahal ia mampu ia tidak berdosa, selama ia laksanakan sebelum wafat. Sedangkan jika wafat telah mendahuluinya sebelum haji, maka ia berdosa jika sudah mampu. Seperti juga yang dikatakan Imam Al Ghazali dalam Ihya’
2. Fadhilah Haji
Ada beberapa hadits yang menyebutkan keutamaannya. Antara lain:
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw pernah ditanya: Amal apakah yang paling utama? Jawab Nabi: Iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ditanya lagi: Lalu apa? Jawab Nabi: Jihad fi sabilillah. Ditanya lagi: Lalu apa? Jawab Nabi: Haji mabrur. (Muttafaq alaih)
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang menunaikan haji, tidak rafats dan tidak berbuat fasik, maka ia akan kembali sebagaimana hari dilahirkan dari rahim ibunya” (Muttafaq alaih). Rafats berarti ucapan nista, ada pula yang memaknainya: hubungan suami istri.
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw bersabda: Umrah satu ke Umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga. (HR Asy Syaikhani)
3. Syarat Wajib Haji
Syarat wajib haji adalah :
- Islam: maka ia tidak wajib bagi non muslim
- Baligh; tidak wajib bagi anak-anak yang belum mencapai usia baligh
- Berakal; orang gila tidak wajib haji
- Istitha’ah; yang mencakup sehat fisik, jalan yang aman, memiliki ongkos perjalanan, dan nafkah yang ditinggalkan
- Dan syarat kelima bagi wanita adalah: adanya muhrim, atau beberapa atau seseorang wanita yang dapat dipercaya. Ada sebagian ulama yang memperbolehkan seorang wanita musafir sendirian jika perjalanan itu aman. Sebagaimana ia memperbolehkan wanita tua musafir sendirian tanpa mahram. (Al Muhadzdzab dan Subulussalam), dengan merujuk kepada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Al Bukhari:
Mereka juga berdalil kepada istri-istri Nabi yang menunaikan haji atas izin Umar, pada haji terakhir mereka, yang disertai oleh Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.
Disunnahkan bagi wanita untuk meminta izin suaminya dalam menunaikan haji fardhu, dan suami berkewajiban memberikan izin. Dan jika suami tidak mengizinkan maka ia boleh berangkat tanpa seizinnya. Karena haji fardhu adalah wajib, dan tidak boleh mentaati makhluk untuk mendurhakai Al Khaliq. Sedangkan untuk haji sunnah, maka istri tidak boleh berangkat tanpa izin suaminya. (dan menurut Syafi’iyyah: istri tidak boleh berangkat tanpa izin suami walaupun untuk haji fardhu. Karena hak suami adalah hak seketika sedang ibadah haji bisa ditunda).
Para ulama telah sepakat bahwa jika seorang wanita menunaikan haji tanpa mahram tetap sah hajinya, meski mereka berbeda pendapat apakah berdosa atau tidak? Sebagaimana mereka bersepakat bahwa orang yang tidak mampu, lalu menunaikan haji maka sah hajinya, dan anak-anak ketika haji sah hajinya. Tetapi apakah telah menggugurkan haji fardhunya setelah baligh?
1. Menghajikan orang yang sudah mati
Barang siapa yang mati dalam keadaan utang kewajiban haji, maka walinya berkewajiban untuk memberangkatkan orang menunaikan haji dengan harta mayit itu, seperti dalam hadits Ibnu Abbas: bahwasanya wanita Juhainah datang menghadap Nabi dan bertanya:
“Sesungguhnya ibuku pernah bernadzar menunaikan haji, dan belum haji hingga mati, apakah aku menghajikannya? Jawab Nabi: Ya, hajilah untuknya. Bagaimana pendapatmu jika ibumu berutang? Kamukah yang melunasinya? Tunaikan kewajibannya kepada Allah, karena Allah lebih diutamakan untuk dipenuhi.” (HR Al Bukhari)
2. Menghajikan orang lain
Jika seorang muslim tidak mampu menunaikan haji karena faktor usia atau sakit, maka orang yang berkewajiban haji itu harus memberangkatkan orang lain untuk menghajikan dirinya, seperti dalam hadits Al Fadhl ibnu Abbas RA:
“Bahwasanya seorang wanita dari Khats’am berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya ada kewajiban haji bagi ayahku, tetapi ia sudah renta yang tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku menghajikannya? Jawab Nabi: Ya. Dan itu terjadi dalam haji wada’.” (HR. Al Jama’ah).
At Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan dan shahih. Dan jika orang yang sakit tadi sembuh setelah ditunaikan hajinya, menurut jumhurul ulama ia wajib mengulangnya. Sedang menurut Imam Ahmad tidak wajib mengulangnya.
3. Syarat Menghajikan orang lain
Syarat menghajikan orang lain yang masih hidup atau sudah mati adalah bahwa orang yang menghajikan itu telah menunaikan haji sebelumnya untuk dirinya sendiri. Seperti dalam hadits Ibnu Abbas:
“Bahwasanya Rasulullah SAW mendengar seseorang yang mengucapkan: Labbaika an Syubrumah. Nabi bertanya: Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri? Orang itu menjawab: belum. Nabi bersabda: Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian untuk Syubrumah.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).
4. Haji dengan uang haram
Menurut Jumhurul ulama hajinya sah tapi ia berdosa. Sedang menurut Imam Ahmad tidak sah hajinya, dan tidak menggugurkan kewajibannya.
5. Berdagang sambil haji
Diperbolehkan sambil berdagang ketika menunaikan ibadah haji, seperti dalam firman Allah SWT:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (QS. Al Baqarah: 198), dan para sahabat pernah melakukannya.
Namun yang utama fokus untuk haji saja.